Media Group, KUPANG – Meski alat bukti berupa pisau bermata dua yang digunakan terdakwa Martinus Oemenu alias Topan untuk membunuh korban Obaja Nakmofa hingga saat ini belum dihadirkan tim penyidik kejaksaan maupun kepolisian dalam persidangan, namun terdakwa dapat dihukum berdasarkan bukti-bukti hukum lain yang diajukan dalam persidangan.

Semua alat bukti yang diajukan tersebut, baik keterangan dari para saksi ataupun surat dan bukti lainnya akan dinilai kelayakan oleh hakim dalam memberikan putusan terhadap sebuah kasus pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini disampaikan pengamat hukum pidana Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Karolus Kopong Medan, saat ditemui di ruangan kerjanya, Jumat 13 Februari 2015.
“Terbukti tidaknya sebuah kasus pidana sangat tergantung dari kekuatan alat bukti. Olehnya jika pisau itu tidak dapat dihadirkan, dapat digunakan bukti-bukti lain, pisau itu hanya satu alat bukti. Alat bukti bisa surat, keterangan saksi dan lainnya,” katanya.
Medan menegaskan, sekalipun alat bukti yang digunakan untuk melakukan sebuah kejahatan tersebut tidak ditemukan, tetapi bukti-bukti lain yang dihadirkan yang mempunyai kekuatan hukum, maka hakim dapat memberikan putusan terhadap sebuah kasus pidana berdasarkan bukti lain.
Disinggung terkait berat ringannya hukuman terhadap Topan, Medan menjelaskan, berat ringannya sebuah hukuman sangat tergantung pada pembuktian.
“Walaupun pisau bermata dua tidak dapat dihadirkan namun bukti-bukti lain kan ada. Sehingga hakim bisa memberikan putusan. Semua bukti lainnya itu nanti akan diuji kelayakannya dan itu tergantung dari keyakinan hakim, dan berat ringannya hukuman sangat tergantung pada barang bukti yang diajukan,” pungkas Medan. (*amar)