Zonalinenews.Com, Larantuka,- Peristiwa berdarah sehingga merenggut nyawa 5 orang petani di Wulata Desa Baabage Kecamatan Witihama Kabupaten Flores Timur, Kamis, 5 Maret 2020 silam, dikenal kalangan luas dengan sebutan Perang Tanding.
Opini ini mendapat penolakan sangat keras dari keluarga korban Sandosi I karena dinilai sangat meyesatkan.
Merunut keterangan saksi di tempat kejadian perkara Markus Suban Kia, oleh Kuasa Hukum Keluarga Matheus Mamun Sare menyesalkan pernyataan mantan Kapolres Flotim DA bahwa telah terjadi Perang Tanding sehingga menjadi opini publik
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
.
“Saya sangat menyesali pernyataan pendapat pribadi oknun mantan Kapolres Flotim DA, bahwa telah terjadi perang tanding sebelum ada penyidikan dan penyelidikan lebih dalam. Tidak ada perang tanding, ini menyesatkan dan sangat merugikan keluarga korban,” sebut Matheus Mamun Sare kepada Media Rabu, 13 September 2020.
Menurut Sare, dikatakan perang tanding apabila sebelumnya telah terjadi kesepakatan mengenai waktu tempat dan jumlah serta adanya ritual adat seperti pada lasimnya di Lamaholot.
“Di hari kejadian, warga ke kebun seperti biasanya bukan ke sana untuk berperang,”beber Sare.
Theresia Tuto Boro, salah seorang istri korban mengatakan sebelum kejadian suaminya berkebun dan dirinya menyiapkan nasi bungkus sebagai bekal makan siang.
“Tidak ada rencana suami pergi membunuh. Ke Wulawata untuk berkebun dan saya siapkan nasi bungkus sebagai bekal makan siang. Jadi kalau disebutkan perang tanding, kami pihak menolak keras. Kami harap para pelaku bisa diproses hukum,” ujar Boro.
Pendapat tak jauh berbeda juga disampaikan Urbanus Arakian kerabat korban lainya. Mewakili keluarga, Arakian juga menolak keras opini perang tanding. Istilah ini dikatakan sangat merugikan secara psikologis.
“Sebutan perang tanding, keluarga merasa sangat dirugikan. Tidak bisa dinilai dengan uang. Psikologis keluarga terganggu dan kecewa. Dibilang tanding apabia sebelumnya ada kesepakatan kedua belah pihak baik waktu maupun jumlah,”ujar Urbanus.
Tokoh adat Yohanes Beda Sara yang pada kesempatan tersebut, mengatakan apa yang telah terjadi jangan lagi terulang kembali.
Ia berharap keadaan Sandosi bisa seperti sediakala aman dan damai.
Kendati demikian ketiganya melalui kuasa hukum, berharap agar para pelaku bisa ditangkap dan diadili sehingga adanya penegakan supremasi hukum.
“Jika teman-teman penyidik bekerja profesional dengan memperhatikan secara seksama keterangan saksi korban Markus Suban Kia, maka dugaan saya tidak saja pada 8 orang, bisa jadi masih ada lainnya.
Ia juga menduga penetapan saksi korban Kia, menjadi tersangka berdasarkan kepentingan oknum tertentu,”tutupnya kepada media. (*tim)