Zonalinenews-Kupang-,Pengedaran Narkoba sudah masuk wilayah NTT , pengedaran ini dilakukan jaringan sindikat obat terlarang berasal dari India melalui Malaysia dan Timor Leste. Sistim kerja yang dijalankan jaringan sindikat ini , begitu rapi sehingga NTT menempati nomor urut lima secara Nasional rawan pengedaran Narkoba, hal ini disampaikan Kepala Badan Narkotika Provinsi (BNP) NTT, Aloysius Dando ini kepada wartawan di Kupang, Rabu 4 Juni 2014.
Aloysius Dando
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dando menjelaskan, jaringan sindikat tersebut membeli narkoba jenis sabu- sabu di India dengan harga 40 juta per kilogram (Kg). Sedangkan di NTT dan daerah Indonesia lainnya, satu gram dijual dengan harga 2,5 juta rupiah . Sementara itu jenis narkoba lainnya yang dijual di Indonesia antara lain, ekstasi berkisar antara 250. 000 rupiah sampai 300. 000 rupiah per butir, dan ganja sebesar 150. 000 rupuih per linting.
“Data menunjukkan sebanyak 42. 000 penduduk NTT terkategori sebagai prevalency pengguna narkoba dan lebih banyak memakai narkoba jenis sabu- sabu,” kata Dando.
Selain jaringan sindikat internasional dari India tersebut, Dando menyampaikan, narkoba masuk di NTT juga berasal dari daerah lain. Sedikitnya ada tiga daerah yang menjadi titik rawan masuknya narkoba selain jalur darat di daratan Timor dari Timor Leste yakni Kabupaten Sikka dan Sumba Barat Daya. Dan yang masuk dari provinsi rawan peredaran narkoba nomor urut tiga nasional, Provinsi Sulawesi Selatan. Manggarai Barat dari Denpasar dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Mantan Kepala Biro Kesra Setda NTT ini mengakui, tingginya kasus peredaran narkoba di NTT karena minimnya fasilitas di pelabuhan laut dan pelabuhan udara (Bandara). Dimana, belum semua pelabuhan di NTT memiliki alat deteksi yang cukup bagus untuk mendeteksi narkoba yang dibawa para sindikat. Selain itu jumlah personil BNP NTT yang sangat terbatas yakni hanya sebanyak 31 orang.
“Kita sangat berharap agar pengelola pelabuhan, baik laut, darat maupun udara untuk menempatkan alat deteksi (X- ray), agar peredaran narkoba bisa dicegah. Memang untuk wilayah perbatasan antar negara, aparat yang ditempatkan telah dilatih tapi tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai,” papar Dando.
Tentang kalangan mana saja yang mengkonsumsi narkoba di NTT, Dando sampaikan, hampir semua kalangan yakni pelajar, mahasiswa, pegawai negeri sipil (PNS), ibu rumah tangga, dan tukang ojek, serta pekerja seks komersial (PSK). Jumlah setiap kalangan itu berbeda, misalkan pelajar sebanyak 12 orang dan tukang ojek sebanyak delapan orang. Pemakai narkoba di kalangan tukang ojek, awalnya dijadikan sebagai kurir atau pengantar oleh pihak sindikat atau pengedar. Namun setelah mengenalnya, mereka jadi pemakai dan pengedar.
“Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi minuman keras dan rokok, menjadi salah satu pintu masuk penggunaan narkoba,” tandas Dando.
Kapolda NTT, Brigjen Pol. Untung Yoga Ana menyampaikan, pihaknya semakin ketat mengawasi kemungkinan masuknya narkoba melalui pintu perbatasan RI- Timor Leste ke wilayah NTT. Secara institusi, jajaran Polda NTT terus melakukan koordinasi dengan BNN dan sejumlah elemen jaringan di tingkat di tingkat pusat, termasuk Mabes Polri untuk mengawasi sejumlah jaringan internasional yang telah menjadi target operasi aparat.(*ega)