ZONALINENEWS.COM, KUPANG – Sejumlah staf Yayasan Tanpa Batas Nusa Tenggara Timur (YTB NTT) mengikuti pelatihan teknik dasar menjadi pendamping awas untuk penyandang disabilitas tunanetra baru.
Kegiata pelatihan orientasi mobilitas bagi staf YTB NTT ini digelar selama 2 hari yaitu, Kamis 6 Februari – Sabtu 8 Februari 2025 di Hotel Neo Aston Kupang.
Ketua YTB NTT Deny Sailana mengatakan, orientasi mobilitas adalah kemampuan mengenali dan bergerak secara mandiri di lingkungan tertentu. Meskipun biasanya ditujukan untuk penyandang disabilitas, pelatihan orientasi mobilitas bagi orang awas (non-disabilitas) memiliki manfaat penting.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, pelatihan ini membantu meningkatkan kesadaran dan empati terhadap kebutuhan penyandang disabilitas, sekaligus melatih keterampilan mendampingi mereka dalam aktivitas mobilitas.
“Orang awas, termasuk keluarga, pendidik, relawan, atau staf lembaga sosial, perlu memahami dasar – dasar orientasi mobilitas untuk memberikan dukungan yang efektif,” ungkap Deny kepada zonalinenews.com, Jumat 7 Februari 2025.
Dengan pelatihan ini lanjut Deny, mereka dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung kemandirian penyandang disabilitas.
‘Orientasi dan mobilitas (OM) adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara mandiri, aman, dan efisien di lingkungan sekitarnya. Pelatihan ini sangat penting, khususnya bagi individu dengan disabilitas, terutama netra, untuk mendukung kemandirian dan partisipasi aktif mereka dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
“Bagi individu dengan netra, orientasi (kemampuan mengenali lokasi dan arah) serta mobilitas (kemampuan bergerak dari satu tempat ke tempat lain) adalah keterampilan dasar untuk menjalani kehidupan mandiri. Pelatihan OM membantu mereka beraktivitas tanpa bergantung pada orang lain,” kata Deny.
Selain itu ia juga menyebutkan, pelatihan OM merupakan bagian dari upaya menciptakan masyarakat inklusif yang menjunjung tinggi kesetaraan akses bagi semua orang, termasuk penyandang disabilitas.
“Dengan keterampilan ini, mereka dapat memanfaatkan fasilitas umum secara mandiri.
Mobilitas yang baik berdampak langsung pada kualitas hidup seseorang. Pelatihan OM membantu individu mengatasi hambatan fisik dan sosial sehingga mereka dapat aktif secara sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam pelatihan OM, individu juga diperkenalkan pada teknologi dan alat bantu, seperti tongkat putih, aplikasi navigasi khusus, atau perangkat suara. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam menjelajahi lingkungan baru,” ucap Deny.
Ia mengatakan, pelatihan ini juga ditujukan bagi staf YTB, atau instruktur OM, untuk memberikan mereka keterampilan profesional dalam melatih individu yang membutuhkan. Dengan pelatihan yang terstruktur, mereka dapat mendukung peserta secara efektif.
“Di banyak negara, termasuk Indonesia, pelatihan OM didukung oleh undang-undang tentang hak penyandang disabilitas, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pelatihan ini juga sesuai dengan prinsip pendidikan inklusif dan pembangunan berkelanjutan. Pelatihan OM bertujuan membekali peserta dengan keterampilan yang memadai untuk memastikan bahwa mobilitas dan aksesibilitas bukan lagi hambatan bagi teman-teman netra baru,'” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Tuna Netra Kupang, Dewiyanti E. Folla, SE. MM mengatakan, kegiatan pelatihan teknik dasar menjadi pendamping orang awas bagi staf YTB dan masyarakat untuk tunanetra ini sangat penting. Sebab, konsep dasar dalam orientasi mobilitas untuk proses awal pendekatan terhadap calon klien yang ingin didampingi tersebut.
“Jadi pelatih ini, kita mengajarkan konsep dasar kepada pendamping awas untuk bagaimana melakukan pendekatan awal terhadap tunanetra baru yang harus didampingi. Karena orang – orang seperti ini, ketika kita datang dengan salah bisa menimbulkan salah paham. Sehingga proses komunikasi antara pendamping awas dengan klien mereka itu sangat penting,” kata Dewiyanti.
Menurutnya, menjadi seorang pendamping awas harus bisa membangun komunikasi yang bisa membuat yang bersangkutan merasa aman, nyaman dan mau membuka diri.
“Pelatihan ini menjadi penting, karena semua tahapan awal kita akan lakukan di kegiatan orientasi mobilitas ini,” ungkap Dewiyanti.
Selain itu, lanjut Dewiyanti pendamping awas juga harus mengerti konsep – konsep dasar dalam orientasi mobilitas, karena pendamping awas harus memberikan konsep yang jelas dalam pemikiran tetang lingkungan di sekitar mereka.
“Jadi pada intinya, bagaimana pendamping awas ini bisa memberikan suatu arahan yang baik kepada klien, agar klien bisa mengoptimalkan motorik dalam tubuh mereka atau indra – indra yang lain, selain indra penglihatan yang masih bisa berfungsi dengan baik. Sehingga mereka bisa mengidentifikasi suatu benda itu dengan cara merasakan, mencium, meraba atau mendengar,” kata Dewiyanti.
“Pendamping awas juga harus bisa memberi pembelajaran yang baik kepada mereka, agar mereka mengenal seluruh anggota tubuh dari kepala hingga kaki, sekalian dengan fungsi – fungsinya,” ungkapnya.
Ia mengatakan, tunanetra baru dan tunanetra yang sejak lahir itu sangat berbeda.
“Orang yang tunanetra yang sudah sejak lahir itu dia akan menerima kondisi ini dengan baik. Sedangkan orang tunanetra baru yang sekian lama tahun dia lihat cahaya, namun tiba – tiba dia mengalami kebutaan mata itu yang sangat bahaya. Sehingga membutuhkan komunikasi yang baik dari pendamping, sehingga bisa mengembalikan percaya diri mereka, dan yang paling penting adalah mereka yang mengalami musibah hilangnya penglihatan ini tetap menemukan jati diri mereka,” jelas Dewiyanti.
Ketua Pertuni Kota Kupang, I Made Astika Dhan menilai, kegiatan pelatihan orientasi mobilitas yang dilakukan oleh YTB NTT tersebut sangat bagus.
Menurutnya, dengan adanya kegiatan tersebut pendamping awas YTB atau pihak keluarga bisa menjalin komunikasi yang baik dengan disabilitas tunanetra baru.
“Hal ini yang dilakukan oleh YTB sangat baik, saya berharap pelayanan dari YTB terhadap tunanetra ini bisa nyaman dan aman dalam berinteraksi. Dan harapan saya kedepan kegiatan serupa ini bisa terus dilanjutkan oleh YTB, karena kegiatan seperti ini sering dilakukan di panti saja dan ada batasan usia juga,” tambah I Made Astika. (*y3r)