ZONALINENEWA.COM – LARANTUKA, Advokasi Theodorus Wungubelen menilai rencana pengajuan peminjaman dana senilai 100 miliar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Flores Timur (Flotim) kepada PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk mendukung perbaikan infastruktur ibarat sebuah tindakan menyeka wajah dengan handuk basah.
“Sangat kelihatan pejabat yang menyusun materi klarifikasi ini mati – matian berusaha merangkai logika demi merasionalkan pernyataan Bupati agar terlihat logis dengan aturan yang dipaparkan. Namun sangat disayangkan tanpa sadar materi penjelasan ini menyimpan banyak bolong yang justru saling menampar,” kata Theodorus kepada wartawan, Rabu 25 Agustus 2021 untuk menanggapi rilis yang dilakukan oleh Bagian Humas dan Protokol Setda Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Flores Timur (Flotim) pada Senin 23 Agustus 2021kemarin.
Menurut Theodorus, bahwa penyusun materi klarifikasi, berusaha keras mencari kalimat yang tepat untuk membelokan cara berpikir publik yang terlanjur terkristalisasi oleh pernyataan Bupati bahwa pinjaman tersebut telah diajukan dengan menyelipkan kalimat “rencana pengajuan”. Sedangkan jelas dalam pernyataan Bupati bahwa pinjaman itu telah diajukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya justru melihat pemerintah sendiri yang mengacaukan dua rezim hukum yang berbeda. Konteks dan tujuan pinjaman adalah PEN Daerah yang diatur oleh rezim PP 23 tahun 2020 Jo PP 43 tahun 2020, tetapi tujuan pinjaman yang dinyatakan ke publik adalah untuk pembangunan infrastruktur yang diatur oleh rezim PP 56 tahun 2018,” ungkanya.
Sementara menanggapi tanggapan publik tentang meninggalkan utang, ia mengatakan, pinjaman itu sangat membantu untuk menjawab persoalan mendasar seperti infrastruktur. Sebab pengajuan pinjaman daerah ini hendak dilakukan setelah semua dana DAK ditarik oleh pemerintah pusat untuk menghadapi Covid-19.
“Pejabat pembuat klarifikasi perlu membaca PMK 17 tahun 2021 sebagai dasar pemotongan anggaran daerah oleh pemerintah pusat menghadapi Covid-19. Dokumen penjelasan pemerintah yang diajukan ke DPRD dalam rangka penyesuaian APBD Kabupaten Flotim tahun 2021 atas dasar perintah PMK 17 tahun 2021 demi menghadapi Covid-19,” jelas Theodorus.
Faktanya kita ketahui ada pelelangan puluhan proyek di Dinas PKO yang sumbernya dananya adalah DAK. Demikian juga ada proyek yang dibiayai oleh Dana DAK di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Flotim. Benarkah pernyataan bahwa semua dana DAK ditarik kembali ke pusat untuk penanganan Covid-19?.
Kemudian sesuai pernyataan Bupati, pinjaman diarahkan untuk perbaikan infrastruktur daerah, rezim aturan tentang PEN daerah tidak diperuntukan untuk infrastruktur. Dan yang seperti publik pahami, dalam banyak tanggapan di media sosial, pinjaman untuk pembiayaan infrastruktur diatur oleh rezim PP 56 tahun 2018.
“Sepertinya staf penyusun materi klarifikasi hendak menyelamatkan bupati dari keterlanjuran bicara, tapi justru menyodorkan teguran staf secara tidak langsung kepada Bupati. Dengan demikian saran saya, segera perbaiki cara meluruskan pernyataan atasan dihadapan publik akibat keterlanjuran bicara”, kata Theodorus.
Harus dipahami bahwa PMK tidak termasuk dalam hirarki peraturan perundang – undangan. PMK memiliki kekuatan mengikat sepanjang materi pengaturannya diperintahkan oleh aturan. PMK menjelaskan bahwa terkait pinjaman daerah pemerintah hanya bersurat kepada DPRD sebelum diajukan pinjaman?.
“Bila kita cermat dalam PP 23 Jo PP 43 thn 2020, ke dua PP ini tidak mengatur tentang mekanisme pelibatan DPRD terkait pengajuan pinjaman daerah. Tidak ditemukan pada kedua PP ini yang memerintahkan untuk pinjaman daerah, pemerintah hanya bersurat ke DPRD”, ucapnya.
Mekanisme tugas dan fungsi DPRD, lanjut Theodorus berkaitan dengan pinjaman daerah harus kembali kepada mekanisme yang diatur oleh rezim aturan lain yang terkait. Jangan serta merta menggunakan PMK sebagai alas argumentasi. Konsekuensi anggaran pembayaran pokok dan bunga pinjaman tidak harus disetujui DPRD?
“Yang keliru menggunakan rujukan aturan siapa? Kegaduhan ini justru dipicu penjelasan Bupati melalui media secara tidak tepat. Kalau pinjaman tersebut dimaksudkan untuk PEN Daerah menghadapi Covid-19, buka ruang untuk dibicarakan dari aspek anggaran sehingga terjawab mengapa pinjaman itu harus dilakukan,” papar Theodorus
Theodorus manahkan, pinjaman daerah yang berkonsekuensi rakyat terbebani dengan utang, serta pinjaman tersebut diperlakukan sebagai pendapatan. Bagaimana kalau pinjaman tersebut dimasukan ke APBD dengan segala konsekuensi pokok dan bunga harus dibayar malah ditolak oleh DPRD karena tidak dilibatkan?.
“Pertanyaan sederhana, di mana hasil refocusing anggaran 46 miliar utk menghadapi Covid-19 tahun 2021? Berapa banyak untuk jaring pengaman sosial? Berapa banyak untuk penguatan modal usaha UMKM?,” tutupnya (*ted/hayer)