Oleh . Drs.Ibrahim , SH.
(Mantan kepala LAPAS).
Zonalinenews, – Apa yang dimasud dengan penahanan? Pasal 1 angka 21 KUHAP menentukan penahanan adalah ; penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (KUHAP).
Merujuk pada ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa siapa subjek yang boleh ditahan adalah tersangka atau terdakwa. Siapakah tersangka ? Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Sedangkjordan 4 for sale szary płaszcz puchowy roland blues cube pedals skylanders wii portal vegyestüzelésű kazán 20kw nike zoom kd 12 brandon aiyuk shirt costume et chapeau vans old skool mustard jordan shoes online sapatos social feminino preto Portugal ghete mammut barbati poupéé lol kinder packen das gerne in den einkaufswagen 94 an terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
Siapakah yang boleh melakukan penahanan dan mengapa ? untuk menjawab pertanyaan ini kita merujuk pada Pasal 20 KUHAP, yaitu :
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas permintaan penyidik berwenang melakukan penahanan.
Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Jika menilik dari ketentuan
di atas, maka pejabat yang berwenang melakukan penahanan terhadap seseorang adalah : Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim.
Mengapa harus ditahan ? ini pertanyaan yang sering muncul. Pasal 21 KUHAP menjawab pertanyaan ini dengan menyatakan, “perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi lagi tindak pidana”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jenis Penahanan.
Dalam Pasal 22 KUHAP ditentukan tiga jenis penahanan, yaitu :
a. penahanan rumah tahanan negara.
b. penahanan rumah dan
c. penahanan kota.
Lazimnya kita mengetahui bahwa penahanan hanya dilakukan di rumah tahanan negara (Rutan). Namun dalam KUHAP dibolehkan juga seseorang ditahan di rumah tempat tinggalnya atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa.
Dalam hal tersangka atau terdakwa ditahan dirumahnya, maka penyidik atau penuntut umum melakukan pengawasan. Pengawasan ini dimaksudkan untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam proses penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Selain dilakukan penahanan di Rutan atau di rumah kediamannya, penahanan juga dapat dilakukan penahanan kota.
Pasal 22 ayat (3) KUHAP mengatur, “penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melaporkan diri pada waktu yang ditentukan”. Tersangka atau terdakwa hanya boleh keluar rumah atau keluar kota dengan izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberikan perintah penahanan.
Jenis penahanan di atas, nantinya akan menimbulkan konsekuensi pada saat ditetapkannya putusan pemidanaan (vonis) oleh majelis hakim, yang dikenal dengan istilah “pengurangan masa penahanan atau potong tahanan”.
Lamanya Masa Penahanan.
KUHAP mengatur secara tegas terkait dengan lamanya masa penahanan berikut dengan segala konsekuensinya. Hal ini diatur dalam Pasal 24 hingga Pasal 29. Total paling lama penahanan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung adalah 400 (empat ratus) hari.
Pada tingkat penyidikan di kepolisian masa tahanan adalah 20 hari yang dapat diperpanjang selama 40 hari.
Pada tingkat penuntutan di kejaksaan lama penahanan 20 hari, yang dapat diperpanjang selama 30 hari.
Pada tingkat pemeriksaan di pengadilan negeri lama penahanan 30 hari, yang dapat diperpanjang selama 60 hari.
Pada tingkat pemeriksaan banding (jika ada upaya hukum ini) di pengadilan tinggi lama penahanannya 30 hari, yang dapat diperpanjang selama 60 hari.
Akhirnya, pada tingkat pemeriksaan kasasi (jika ada) di Mahkamah Agung lama penahanannya 50 hari dan dapat diperpanjang selama 60 hari.
Setiap ketentuan tersebut di atas, ditambah dengan klausul yaitu apabila setelah waktu tersebut di atas belum selesai acara penyidikan atau penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, atau pengadilan tinggi, atau di Mahkamah Agung maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Mengingat pentingnya perihal penahanan karena ini berkaitan dengan hak asasi manusia, maka lamanya seorang telah ditahan harus dicantumkan dalam putusan pengadilan, baik Putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi ataupun Mahkamah Agung.
Pengurangan Masa Tahanan.
Pada prinsipnya, masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya (dipotong) dari pidana yang dijatuhkan. Ketentuan dalam Pasal 22 ayat (4) KUHAP ini hanya berlaku untuk seseorang terdakwa yang ditahan di Rutan.
Bagi seorang terdakwa yang dilakukan penahanan rumah, maka lamanya pidana berdasarkan putusan hakim dipotong dengan atau dikurangi dengan sepertiga (1/3) dari lamanya masa tahan rumah.
Sedangkan bagi tersangka atau terdakwa yang dikenakan tahanan kota, maka lamanya pidana yang dijatuhkan hakim dipotong dengan seperlima (1/5) dari jumlah lamanya waktu penahanan kota.
Terkait pengurangan masa penahanan mesti ditegaskan dalam pertimbangan majelis hakim dan dalam amar putusan pengadilan. Dalam pertimbangan hakim dinyatakan, “menimbang bahwa selama ini terdakwa berada dalam tahanan. Tahanan mana telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (4) KUHAP, “masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan”.
Atas pertimbangan di atas, maka dalam amar putusan Majelis Hakim ditegaskan dengan kalimat, “memerintahkan terdakwa tetap ditahan dan menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan”.
Penangguhan Penahanan.
Bagaimana bagi tersangka atau terdakwa yang ditangguhkan penahanannya ? Bagi orang ini tentu tidak ada potongan masa tahanan.
Perlu diinformasikan bahwa penagguhan penahanan adalah sesuatu yang dibolehkan dalam KUHAP. Hal ini diatur dalam Pasal 31 ayat (1) yaitu, “Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
Konsekuensi dari ketentuan di atas, ayat (2) menegaskan bahwa “Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pembantaran Penahanan (Gestuit).
Sebetulnya istilah resmi dari pembantaran penahanan tidak ditemukan dalam KUHAP. Tetapi dalam praktek ini ada terjadi, yaitu dalam hal terdakwa yang sedang menjalani masa penahanan mengalami sakit berat sehingga harus dirawat di rumah sakit di luar Rutan. Sakit berat ini bisa berupa mengalami gangguan sakit jiwa atau sakit fisik yang mesti dirawat inap di rumah sakit. Dalam hal ini demi kemanusiaan, maka adalah wajar jika pejabat yang berwenang menahan memberi izin pembantaran (gestuit) kepada terdakwa untuk dirawat inap di rumah sakit.
Dasar hukum pengaturan mengenai pembantaran terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 1989 tentang Pembantaran Tenggang Waktu Penahanan Bagi Terdakwa yang Dirawat Menginap di Rumah Sakit di Luar Rumah Tahanan Negara atas Izin Instansi yang Berwenang Menahan.
Pada paragraf 2 SEMA tersebut, dijelaskan bahwa sering terjadi terdakwa yang berada di dalam rumah tahanan negara (rutan) mendapat izin untuk dirawat inap di rumah sakit di luar rutan, yang kadang-kadang perawatannya memakan waktu lama sehingga tidak jarang terjadi terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum karena tenggang waktunya untuk menahan telah habis.
Paragraf 5 SEMA tersebut dinyatakan bahwa setiap perawatan yang menginap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara atas izin instansi yang berwenang menahan, tenggang waktu penahanannya dibantar (gestuit), pembantaran mana dihitung sejak tanggal terdakwa secara nyata dirawat-nginap di rumah sakit yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Rumah Sakit di tempat mana terdakwa dirawat.
Lamanya masa pembantaran tidak dihitung untuk mengurangi pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan. Selama masa pembantaran status orang yang dibantar tersebut masih tetap sebagai tersangka atau terdakwa. Hanya saja, proses pemeriksaan oleh penyidik atau oleh penuntut umum dihentikan sementara. Lamanya penghentian sementara ini tidak dihitung sebagai masa tahanan yang harus dikurangi pada putusan pidana terhadapnya.
Mengacu pada SEMA Pembantaran tersebut, ada beberapa ketentuan yang perlu dikuti, yaitu :
Status orang yang mendapat pembantaran tetap sebagai tahanan.
Masa pembantaran dihitung sejak tanggal tahanan secara nyata dirawat-inapkan di rumah sakit.
Harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Rumah Sakit tempat tahanan tersebut dirawat-inap.
Tidak memerlukan penetapan tersendiri dari Ketua Pengadilan Negeri.
Keputusan pembantaran diambil oleh instansi yang menahan.
Masa pembantaran berakhir ketika terdakwa kembali ke rutan.
Setelah masa pembantaran selesai, maka tenggang waktu penahanan berjalan kembali dan dihitung sesuai ketentuan dalam KUHAP.
Semoga bermanfaat untuk kita semua,dan menambah wawasan pengetahuan.Aamiin…(*)