Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD juga Demokratis

- Reporter

Kamis, 11 September 2014 - 23:40

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bachtiar Dwi Kurniawan

Bachtiar Dwi Kurniawan

Oleh : Bachtiar Dwi Kurniawan, Dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Zonalinenews- Belakangan ini kita disuguhkan dengan perdebatan tentang mekanisme pemilihan kepala daerah. Perdebatan disulut  oleh rancangan perubahan UU Pemilu Kada yang diajukan pemerintah yang saat ini sedang dalam penggodokan DPR untuk dibahas sebelum disyahkan menjadi UU. Salah satu pasal yang memancing perdebatan publik adalah tentang pemilihan kepala daerah yang menggunakan mekanisme pemilihan melalui DPRD. Hal ini berbeda dengan praktek pemilu kada sebelumya yang sejak tahun 2005 mengunakan mekanisme pemilihan langsung.

Bachtiar Dwi Kurniawan
Bachtiar Dwi Kurniawan

Mekanisme pemilihan langsung merupakan ekperimen demokrasi yang cukup berani dan radikal sebagai buah dari proses demokratisasi dan desentralisasi/otonomi daerah. Praktek yang ditunjukkan selama hampir sepuluh tahun ini, model pemilihan kepala daerah secara langsung menghasilkan berbagai macam persoalan. Menurut catatan dari kemendagri sejak tahun 2005 sejumlah 304 dari total 524 kepala daerah tersandung masalah korupsi, yang kalau dilihat dari kuantitas tentu sangat memprihatinkan lantaran para kepala daerah hasil pemilihan langsung tidak seperti yang diharapkan. Kasus korupsi muncul ditengarai lantaran praktek politik uang, mahalnya cost politik yang harus dikeluarkan oleh kandidat yang maju dalam pemilu kada. Dalam perjalanannya juga pasangan kepala daerah hasil pemilihan langsung 95% tidak harmonis alias pecah kongsi, sehingga membawa dampak pada berjalannya roda pemerintahan. Disamping juga tercium kuat aroma politisasi birokrasi dalam setiap hajatan pemilu kada berlangsung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konteks pemilu kada secara langsung yang merupakan pertarungan elit, dalam prakteknya sangat susah kalau tidak melibatkan masyarakat masing-masing pendukung, maka tidak heran kalau kiranya dalam setiap gelaran pemilu kada terjadi gesekan/konflik ditingkat grass root/ masyarakat akar rumput.  Persoalan turunan lain dari rezim pemilihan langsung, kadang kala terjadi hubungan yang kurang baik antar kepala daerah yang dalam hal ini antara gubernur dengan bupati atau walikota. Karena merasa sama-sama dipilih oleh rakyat dan bertangungjawab kepada rakyat, kadangkala bupati/walikota agak susah dikoordinasi oleh gubernur. Dalam halhal tertentu saja kepadala daerah mau patuh pada gubernur. Tentu ini akan menyulitkan proses koordinasi dan konsolidasi pembangunan di tingkat propinsi. Hal ini terjadi karena penekanan pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada kabupaten dan kota.

Indonesia yang begitu luas dan jumlah daerah yang sangat banyak menyebabkan frekuensi pemilihan kepala daerah yang sering sehingga  menjadikan energi masyarakat terkuras, masyarakat menjadi jenuh dengan proses pemilihan yang begitu banyak sehingga menjadi apatis dengan proses pemilihan. Tentu ini tidak sehat dalam proses demokrasi lantaran pilkada bisa trkesan hanya formalitas saja dan banyak menghaburkan uang negara yang besar.

Berangkat dari berbagai persoalan tersebut di atas menjadi alasan kuat kenapa pemerintah menawarkan rancangan UU pemilu kada yang di dalamnya memuat mekanisme pemilihan kepala daerah yang ingin dikembalikan melalui DPRD. Rencana mekanisme pemilihan ini mendapat tantangan keras dari berbagai kalangan di masyarakat yang mencurigai bahwa proses pembahasan rancangan undang-undang ini tidak sehat karena dilakukan setelah gelaran pilpres selesai. Masyarakat dan elit terjebak dalam dua kubu, kubu mendukung pemilu kada langsung dan pemilihan melalui perwakilan yakni di DPRD. Kebetulan pendukung pemilu kada langsung terpolarisasi dalam kubu partai politik pemenang pemilu sedangkan pendukung pemilihan melalui DPRD terkonsentrasi di kubu partai kalah pemilu presiden. Perdebatan berjalan kurang begitu sehat dan cenderung saling menegasikan. Tentu hal ini kurang menyentuh substansi. Apa yang ditawarkan pemerintah dan kekuatan politik pendukungnya semua dibantah oleh kelompok dan kekuatan politik yang tidak setuju dengan usulan pemerintah.

Kalau kita tinjau lagi dalam filosofi negara dan konstitusi serta aturan turunannya, bisa kita lihat bahwa dalam rangka untuk menjalankan pemerintahan yang baik, Filosofi Negara sudah memberikan petunjuk bahwa menjalankan pemerintahan Indonesia dilakukan melalui proses kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam batang tubuh UUD 45 hasil Amandemen pasal 18 juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip demokrasi. Pemilihan secara daerah secara demokratis ini diterjemahkan dalam UU No 32 Tahun 2004 dilakukan dengan cara pemilihan langsung (yang saat ini dalam rencana perubahan kembali)

Kalau melihat filosofi negara kita yakni pancasila, dan UUD 45, baik pemilihan kepala daerah secara langsung dan pemilihan melalui DPRD dua-duanya bisa dikatakan demokratis. Pemilihan secara demokratis jangan sampai direduksi menjadi hanya dipilih secara langsung (rezim electoral; one man one vote), terjemahan ini tentu bisa “menyesatkan” pemahaman. Apapun model yang diputuskan oleh DPR tentu semua ada konsekuensi dan plus minusnya, tetapi jangan sampai ada klaim kebenaran bahwa kalau dipilih melalui DPRD itu tidak demokratis, sebab demokrasi menghalalkan adanya perwakillan. (*humaira)

 

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Ketua dan Sekretaris DPW PAN NTT Diterima Presiden Jokowi di Istana Negara
Jane Natalia Suryanto: Menang Tidak Menang Terus Melayani Masyarakat
Zulfikli Hasan: Prabowo Gibran Tidak Ada Lawan dan Akan Menang Mutlak
Perhimpunan Rakyat Progresif Ajak Kaum Milenial Untuk Berpolitik Cerdas
PAN Sabu Raijua Target Raih Satu Fraksi
Daftar Bacaleg Partai Nasdem Ingin Rebut Kursi Ketua DPRD NTT
Marthen Dira Tome Dinilai Layak Pimpin Provinsi NTT
Insiden 894 Korban Jiwa Petugas Pemilu 2019, AHY Minta Jangan Terulang Lagi
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 18 Mei 2024 - 19:29

865 Personil Gabungan Dikerahkan Untuk Pengamanan Konser NTC dan Kyuhyun di GBK

Sabtu, 18 Mei 2024 - 17:29

Polisi Amankan 3 Remaja Pelaku Tauran di Johar Baru

Sabtu, 18 Mei 2024 - 16:17

Antisipasi Tauran dan Balap Liar, Polisi Lakuka Patroli Gabungan 3 Pilar di Wilayah Jakpus

Kamis, 16 Mei 2024 - 13:39

Polres Metro Jakarta Pusat Musnahkan 49,8 Kg Sabu

Sabtu, 6 April 2024 - 08:35

Ketum DPP PWMOI Tunjuk Andre Lado Bentuk PWMOI Provinsi NTT

Selasa, 12 Desember 2023 - 15:28

Polisi Terjunkan Ribuan Aparat Untuk Pengamanan Debat Perdana Capres – Wacapres di KPU

Selasa, 7 November 2023 - 23:21

Kemenkumham Raih Penghargaan ITKP Terbaik I 

Berita Terbaru

Polsek Johar Baru Amankan Remaja Terilabat Tauran di Johar Baru

Headline

Polisi Amankan 3 Remaja Pelaku Tauran di Johar Baru

Sabtu, 18 Mei 2024 - 17:29

Slot Gacor Gampang Menang Dengan RTP Live Tertinggi