Zonalinenews-Kupang,Mutu pendidikan di Nusa Tenggara Timur menjadi tema yang menarik untuk diperbincangkan. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi dan kualitas pendidikan yang rendah. Bagaimana tidak? berdasarkan data Badan Pusat Statistik tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2010 sampai 2016, Provinsi Nusa Tenggara Timur selalu menempati rangking diatas 30 besar dari 34 Provinsi yang ada di Indonesia. Posisi ini boleh dibilang posisi terakhir di atas Provinsi Papua dan Papua Barat. Pendidikan merupakan senjata untuk meningkatkan taraf hidup seseorang, namun meningkatkan kualitas pendidikan atau Sumber Daya Manusia di suatu daerah tidak semudah kita membalikan telapak tangan. Butuh kerja keras dari semua pihak atau stakeholder yang ada.
Masalah pendidikan di NTT harus ditindaklanjuti dan segera ditangani. Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain, dalam hal pendidikan, NTT dikatakan masih tertinggal. Namun, bukan berarti NTT tidak punya harapan. Masalah pendidikan di NTT sangatlah kompleks dimana permasalahan yang muncul cukup mengganggu untuk memaksimalkan dunia pendidikan. Nah, inilah beberapa masalah pendidikan Indonesia, termasuk NTT yang masih ada sampai saat ini.
Pertama, kurangnya dana yang tersedia untuk pendidikan.
Mengenai pendanaan, bukan hanya biaya pendidikan pada lembaga formal dan informal. Juga termasuk biaya untuk membayar properti dan layanan seperti buku, alat tulis, seragam, dan transportasi. Tidak hanya itu, bagi mereka yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, mereka lebih memilih bekerja untuk mengatasi biaya hidup yang semakin meningkat daripada melanjutkan pendidikan. Bahkan, pemerintah telah mengembangkan rencana pendidikan gratis dan program wajib belajar 12 tahun untuk mengatasi masalah ini. Namun, permasalahan pendidikan di Indonesia termasuk NTT terkait pendanaan tidak semudah itu untuk diselesaikan.
Hal ini disebabkan tidak meratanya alokasi dana program pendidikan. Belum lagi menurut HSBC Global Report 2017, Indonesia merupakan salah satu negara dengan biaya kuliah termahal di dunia, dan saat ini terjadi polemik di kampus negeri Universitas Nusa Cendana tentang biaya pendidikan atau kuliah yang mahal untuk anak-anak NTT
Kedua, kualitas pendidik yang buruk. Rendahnya kualitas pendidik merupakan salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia. Tidak semua guru mampu mengajarkan materi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Menurut Global Education Monitoring (GEM) Report 2016 UNESCO, pendidikan di Indonesia menempati urutan ke-10 dan terakhir untuk kualitas guru dari 14 negara berkembang.
Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Santi Ambarrukmini , mengatakan skor PISA Indonesia masih rendah. ” Peringkat untuk PISA, Indonesia ini tergolong rendah, ini perlu kita naikkan, kita termasuk negara terbawah”, kata Santi dalam Webinar Sharing Session GTK Kemendikbud, Senin ( 24/4/2022 ).
Menurut survey dari PERC ( Politic and Economic Risk Consultan ), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan terakhir yaitu urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Salah satu yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas guru. Hasil dari UKG tahun 2021 sampai 2015, sekitar 81% guru di Indonesia bahkan tidak mencapai nilai minimum. Dari hasil data tersebut menggambarkan bahwa kapabilitas dan kuantitas tenaga pengajar yang tidak kompetensi tentunya akan berdampak pada kualitas pendidik.
Faktor utama yang menyebabkan rendahnya kualitas guru di Indonesia adalah kurang maksimalnya manajemen sumber daya manusia dalam perekrutan guru. Menurut RISE Research on Improving System of Education menunjukkan lebih dari 50% guru di Indonesia adalah pegawai negeri dan 90% tumpuan belajar ada pada mereka padahal kualitas mereka tidak dapat terjamin dengan baik. Sehingga sulit membedakan tenaga pendidik yang benar-benar ingin mengajar atau sekedar ingin memperoleh jabatan sebagai pegawai pemerintah. Selain itu kualifikasi guru yang belum melewati standar mutu pendidikan yang dibutuhkan, masih banyak guru yang malas meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dalam mengajar, hal ini berdampak pada kualitas anak yang diajar. Padahal kualitas seorang guru sangat menjamin hasil kualitas peserta didik yang akan dihasilkan.
Seperti yang sudah dijelaskan guru memiliki peranan penting dalam memberikan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai pada para siswanya. Jika guru sebagai elemen penting memiliki kualitas yang belum mumpuni maka hal ini akan mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia khususnya NTT secara umum.
Ketiga, mahalnya biaya pendidikan. Seperti kita ketahui, masalah pendidikan yang paling mendasar di Indonesia sebenarnya adalah masalah biaya pendidikan yang cukup mahal. Meskipun pemerintah telah menyiapkan program gratis, masih ada bagian yang membayar dan program tersebut tidak merata di pelosok.
Keempat, kurangnya materi belajar mengajar dan sarana pra sarana. Masalah pendidikan di Indonesia selanjutnya adalah kurangnya bahan ajar. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, siswa harus mendapatkan buku teks atau lembar soal untuk latihan. Tidak adanya perpustakaan atau bahan belajar juga dapat menghambat proses pembelajaran. Bantuan lebih dalam bentuk bahan ajar harus di berikan ke daerah-daerah dengan penduduk miskin. “Penilaian mutu pendidikan itu dilihat dari dua aspek. Keduanya yaitu profesionalisme dan pedagogic yang seyogyanya menjadi bagian dari empat aspek uji kompetensi guru, selain perilaku dan sosial. Penataan aspek pendidikan di daerah itu tidak hanya terkait jumlah sumber daya manusia namun juga sarana prasarana. Gedung sekolah yang bagus, ruangan kelas yang nyaman dan bersih sangat membantu meningkatkan konsentrasi, semangat dan daya belajar siswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa kendala tersebut bisa segera diselesaikan, asalkan segenap komponen pendukung dunia pendidikan di NTT bisa lebih peka terhadap masalah ini dan lebih meningkatkan kerja sama yang baik demi mewujudkan Sumber Daya Manusia generasi penerus NTT yang berkualitas dan berdaya saing.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan di NusaTenggara Timur serta menjawab tantangan dalam mewujudkan dan meningkatkan mutu pendidikan di NTT, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur kembali menyerahkan Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp323,500,000, kepada Yayasan Swasti Sari untuk membangun gedung sekolah.
Bantuan tersebut diperuntukan bagi dua (2) sekolah yakni TKK Fransisko Benlutu sebesar Rp313,500,000 untuk membangun gedung sekolah, sedangkan Rp10 juta untuk pembangunan ruang guru SMPK Adisucipto Penfui.
Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho, dalam sambutannya menyampaikan, bahwa sebagai Bank milik rakyat NTT, Bank NTT akan berpartisipasi secara aktif membangun NTT di segala bidang termasuk bidang pendidikan.
“Kami sangat beterimakasih kepada Yayasan Swasti Sari atas kemitraan yang selama ini terjalin baik, walaupun pandemi Covid 19 mengguncang dunia, tetapi kami masih memiliki strategi untuk membuat Bank ini tetap eksis”, jelas Aleks.
Demikian, Bank NTT akan terus membantu Yayasan Swasti Sari dalam memgemban tugas mulia, mencerdaskan kehidupan bangsa di Nusa Tenggara Timur.
“Saya percaya, Yayasan Swasti Sari memiliki cara – cara adaptasi yang cerdas khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan di NTT”, pungkas Aleks.
Dengan demikian, pihaknya akan terus memberi dukungan bagi penyelenggaraan pendidikan di Yayasan Swasti Sari.
“Jika dalam penyelenggaraan pendidikan, kemudian ada kandala, tolong sampaikan ke kami agar bisa secepatnya kita bersama mencari solusi terbaik”, tandasnya.
“Semoga dengan bantuan CSR ini bisa memberikan manfaat besar bagi Yayasan Swasti Sari”, imbuh Alex.
Ketua yayasan Swasti Sari, Rd Hironimus Pakaenoni menyampaikan terima kasih kepada pimpinan Bank NTT dan staf atas perhatian dan dukungan dari Bank NTT sebagai mitra.
“Sejak awal berdirinya yayasan ini, kami sudah bekerja sama dengan Bank NTT. Kami semua adalah Nasabah Bank NTT”, jelas Hironimus.
Lebih lanjut Ketua Yayasan Swasti Sari mengatakan, untuk meningkatkan mutu pendidikan, pihaknya tidak bisa bekerja sendiri namun membutuhkan dukungan dari semua pihak, salah satunya pihak Bank NTT.
“Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih atas dukungan dana dari Bank NTT untuk pembangunan gedung TKK Fransisko Benlutu dan ruang guru SMPK Adisucipto Penfui”, katanya.
Dengan bantuan tersebut, Hironimus berharap dapat membangun semangat yayasan Swasti Sari terutama dua sekolah yang mendapat bantuan ini, untuk semakin bersemangat dalam melaksanakan tugas pengabdian dan pelayanan, teristimewah dalam mengusahakan pendidikan yang berkualitas.
Terpisah, Kepala Sekolah SMPK Adisucipto Penfui, Yohanes G. Hokon, menjelaskan selama ini sekolah tersebut tidak memiliki ruang guru, sehingga para guru saat jam istirahat menempati ruang laboratorium dan ruang lainnya.
“Jumlah guru kami sebanyak 35 orang, selama ini kami memaksimalkan ruangan yang ada seperti Lab dan lainnya, tang penting pelayanan berjalan”, ungkap Yohanes.
Dengan sumbangan berupa CSR dari Bank NTT, pihaknya akan mebangun ruang guru yang representatif untuk mendukung pelayanan di sekolah.
“Kami sangat berterima kasih kepada Bank NTT atas sumbangan yang diberikan kepada kami, tentu ini sangat mendukung kami dalam mengupayakan pendidikan yang berkualitas bagi generasi penerus bangsa yang ada di NTT, khususnya di SMPK Adisucipto Penfui”, tutup Yohanes. (* )