Zonalinenews.com, Kupang – Sidang perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Tambak garam di kabupaten Sabu Raijua untuk terdakwa Henry J Wenji dan Daniel Kitu kembali digelar di pengadilan Tipikor Kupang, Selasa 15 Agustus 2017.
Dua saksi dari panitia Unit Layanan Pengadaan (ULP) dihadirkan Jaksa dalam persidangan ini. Masing – masing Robinson J Taga selaku ketua ULP dan Melianus M Tupamahu selaku anggota ULP.
“Saya mendapat referensi Harga dari PPK,”kata saksi Melianus M Tupamahu di hadapan majelis hakim yang memimpin persidangan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lanjut Melianus bahwa referensi harga itu hanya dalam hard copy yang diterimanya pada tahun 2015 sebagai perencana untuk dua paket tambak garam, Sabu daratan dan Raijua. Kemudian dirinya menyusun rencana sesuai daftar harga. Saksi juga mencari referensi tambahan dari katalog perusahaan.
Dalam perhitungan rencana anggaran berdasarkan volume pekerjaan. Harga yang direncanakan adalah harga terima di lokasi pekerjaan.
“Harga Geomembran untuk Sabu daratan, Rp 29 ribu per meter persegi. Survei harga berdasarkan referensi sebelumnya,”tambahnya.
Hasil hitungan yang disusunnya dalam bentuk RAB, Engineering Estimate (EE) dan Harga Perkiraan Sementara (HPS) diserahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk disahkan.
“Tahun 2016, perencanaan yang saya buat EE, Saya juga bantu menyusun HPS untuk PPK. Serta membantu buat progres pekerjaan,”tambahnya.
Masih menurut saksi, dalam perencanaan itu, berkas perusahaan kedua terdakwa telah lengkap dan dinyatakan pemenang tender. Paket Sabu daratan 1 seluas 5 hektar dimenangkan terdakwa Henri Wenji dari PT Surya Mekar Raya dan Sabu daratan 2 seluas 5 hektar dimenangkan Daniel Kitu dari PT Somba Hasbo. Dengan nilai kontrak masing – masing Rp. 2,99 Miliar.
Senada, disampaikan ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) kabupaten Sabu Raijua, Robinson J Taga, bahwa proses verifikasi berkas yang dibawakan kedua terdakwa sudah sesuai prosedur.
“Dalam dokumen itu memenuhi syarat – syarat. PT Surya Mekar Raya dan Somba Hasbo,”katanya.
Sementara jenis kontrak itu adalah kontrak harga satuan, yakni pembayaraan dihitung setelah volume pekerjaan terpasang. Volume dalam kontrak itu masih harga perkiraan. Sehingga pekerjaan perlu dilakukan opname lapangan.
“Laporan harus sesuai Opname lapangan. Yang dimaksud dengan harga satuan itu harga per item pekerjaan. Dalam dokumen penawaran, pengadaan geomembran dan pekerjaan fisik terpisah. Pengadaan dan pekerjaan fisik berbeda tapi tender sama – sama,”ujarnya.
Penasehat hukum terdakwa Daniel Kitu, Amos Lafu mempertanyakan bahwa terdakwa Daniel Kitu saat mendaftar pelelangan sebagai staf dari PT Somba Hasbo dan hanya membawa surat tugas. Dalam surat tugas itu, hanya mengikuti pelelangan umum.
“Rekanan langsung mendaftar dengan membawa surat tugas dari perusahaan itu. Seingat saya beliau membawa surat tugas. Siapa pun yang datang daftar kita terima,”kata Robinson menjawab pertanyaan Amos. Saat ditanya kemungkinan ada rekayasa dalam pendaftaran itu, saksi mengaku tidak ada.
Ditambahkannya, tugasnya adalah membuat dokumen pengadaan, persyaratan pelelangan. Sementara yang membuat HPS adalah PPK. Sehingga dalam dokumen pelelangan dipatokan jangka pekerjaan waktu 110 hari kalender. Waktu 110 hari hanya ditetapkan saja tahun anggaran. Karena program tahun tunggal.
“Kalau peserta (perusahaan) yang daftar saat lelang kurang dari 3 perusahaan maka lelang batal. Kalau dua memenuhi syarat, keduanya menang satu pemenang utama dan satu cadangan,”tambanya.
Jalannya persidangan dipimpin hakim ketua, Edy Purnomo didampingi hakim anggota Ibnu Kholik dan Ali Muhtarom. Turut hadir jaksa penuntut umum, S Hendrik Tiip dan rekan. Sementara terdakwa Henry Wenji didampingi penasehat hukumnya Niko Ke Lomi dan rekan.
Terdakwa Daniel Kitu didampingi penasehat hukumnya, Amos A Lafu dan rekan. Tak lupa mejalis hakim mengagendakan sidang lanjutan pada
Selasa 22 Agustus 2017 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. (*Pul)