Zonalinenews-Kupang , Oknum anggota Polisi POLDA NTT berinisial HB dan L diduga melakukan intimidasi terhadap Fredy Kabobu warga Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Perlakuan Intimidasi tersebut oleh keduanya oknum polisi tersebut diduga disuruh oleh BM pegawai Bank NTT untuk memaksa Fredy menandatangi (teken) kwitansi pembelian tanah dan sertifikat tanah milik BM.
” Mereka datang ke kantor saya di perpustakaan daerah pada Jumat 8 Janauri 2016 menggunakan pakaian olaraga POLDA. Keduanya langsung omong kalau hidup dengan tetangga itu harus yang baik-baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saya tanya ada urusan apa ini bapak polisi dong. Mereka bilang ada pengaduan dari BM kalau saya melakukan pengancaman terhadapnya. Lalu saya tanya masalah yang mana pak. Mereka jawab masalah tanah.
Lalu mereka meminta saya mendatangani kwitansi dan sertifikat tanah milik BM terkait batas tanah. Saya lalu kasih keluar setifikat tanah saya. Setelah mereka lihat mereka dua diam-diam saja.
Ketika Saya tanya, bapak-bapak datang bawah nama institusi Polda NTT ini mana surat tugasnya? Mereka tidak mampu menunjukkan surat tugasnya. Setelah saya desak mereka akhirnya mengaku kalau tidak ada laporan yang masuk ke Polda terkait kasus pengancaman dengan terlapor saya, “ujar Fredy Kabobu di kediamannya
Dirinya mengaku, kesal dengan anggota Polda berinisial HB yang kembali mendatangi rumahnya pada untuk meminta istrinya mendatangani sertifikat tanah. Istrinya yang ketakutan lalu teleponnya untuk menginformasikan kedatangan anggota Polda NTT ke rumahnya.
” Saya langsung telepon si bapak HB itu. Saya bilang kalau sudah ganggu istri saya itu berarti masalah harga diri. Dan itu sudah tidak bisa ditawar-tawar. Saya tanya sama pak HB berapa BM bayar dia. Kalau anggota polda NTT bisa dipakai untuk ancam-ancam warga saya juga mau pakae. Sebut saja harganya, saya juga bisa bayar. Namun pak HB diam saja,” ungkap Fredy dengan nada marah.
Dirinya menceritakan masalah tanah dengan BM ini terkait akses jalan masuk ke rumahnya. Dirinya mengaku kesal karena BM ingin akses jalan masuk ke rumahnya masuk sebagai tanah milik BM. ” Saya sudah relakan tanah saya sekitar 3 meter untuk dia bangun dia punya rumah.
Bahkan ketika pembangunan rumahnya memakan tanaman saya, saya relakan. Saya hanya minta akses jalan masuk itu harus menjadi batas tanah dia (BM) bukan masuk dalam tanahnya. Saya takutnya dikemudian hari akses jalan tersebut ditutup karena alasan tanah miliknya. Itu akses jalan untuk beberapa rumah sehingga sudah menjadi fasilitas umum,” ungkap Fredy.
Dirinya mengaku diawali pembelian tanah tersebut, dirinya dan BM patungan uang. Namun kwitansi pembelian atas namanya. Sehingga sertifikat awal tanah tersebut atas namanya. Kini ketika hendak melakukan pemisahan BM dan Fredy belum menemui kata sepakat terkait akses jalan masuk menuju rumah Fredy.
” Saya tidak ada masalah. Saya mau tanda tangan kwitansi dan sertifikat tanahnya yang penting akses jalan masuk harus jadi batasnya bukan masuk sebagai tanahnya. Kalau dia setuju saya siap tanda tangan tidak perlu bawa-bawa polisi begitu,” ujarnya dengan nada tinggi. (*Tim/SD)