
Zonalinenews.com, Kupang – Sidang dugaan korupsi pekerjaan fisik tambak garam di kabupaten Sabu Raijua tahun 2016 mengungkap fakta baru. Saksi perkara dugaan korupsi pembangunan 10 hektar untuk terdakwa Lewi Tandirura dan Nicodemus R Tari itu mengaku membuat laporan progres memakai foto tahun 2015 atau foto lama untuk mencairkan dana termin pertama tahun 2016.
Hal ini dikatakan saksi Henry J Wenji dan Daniel Kitu yang juga terdakwa dalam kasus ini, pada persidangan yang digelar di pengadilan Tipikor Kupang, Selasa 12September 2017 sekitar pukul 19.00 Wita.
Dikisahkan Daniel Kitu, tahun 2015, dirinya mulai mengerjakan pekerjaan tambak garam di Sabu dan telah diselesaikan. Pada tahun 2016 dirinya kembali memenangkan tender tambak seluas 5 hektar. Namun hingga akhir masa kontrak, pekerjaan itu belum rampung dan dirinya telah menerima pembayaran termin pertama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Lampiran foto ada pakai foto tahun 2015 untuk ajukan dana 2016 kepada PPK. Pak Melianus Tupamahu, yang buat, PPK tau juga. Saya terima Rp1,1 miliar di Desember 2016 setelah dipotong PPN PPH,”katanya.
Pekerjaan tambak Sabu Timur II ini, katanya, terjadi satu kali adendum volume pada pekerjaan galian. Tambahya, volume galian melebihi RAB sehingga dilakukan adendum. Dalam laporan progres pekerjaan telah mencapai 60 persen sesuai hitungan konsultan pengawas.
“Geomembran tiba di Sabu pada Februari 2017. Dalam laporan sudah 60 persen progres. Fisik di lapangan belum karena dihitung dari nilai pengadaan barang. Waktu itu, yang menghitung konsultan pengawas. PPK menyetujui dan tandatangan sehingga terjadi percairan,”tambahnya.
Ditambahkannya, pekerjaan itu tidak selesai karena akses masuk lokasi pekerjaan diblokir warga. Persoalan itu telah dilaporkan kepada terdakwa selaku PPK. Hingga perkara ini di mejahijaukan, PPK belum bisa membebaskan lahan.
“Kita kirim surat pemberitahuan kepada PPK, PPK katanya mau negosiasi namun sampai sekarang belum berhasil,”ujarnya.
Saksi Daniel Kitu, mengaku pekerjaan tambak yang dilakukannya di tahun 2016 bermasalah dengan lahan. Awalnya, dirinya telah melakukan pembersihan lokasi seluas 3 hektar. Namun dari terdakwa meminta untuk dipindahkan ke lokasi baru. Di lokasi baru saksi mengaku telah mengerjakan 1 hektar. Apabila tidak dilakukan pemindahan lokasi maka pekerjaan telah rampung 100 persen.
“Geomembran tiba Sabu Oktober 2016. Kerja awal sekitar 3 hektar, lalu pindah lokasi. Saya dipanggil ke dinas, jangan dikerjakan disitu lagi karena masyarakat tidak memperbolehkan kerja tambak. Di lokasi baru, Saya selesai 1 hektar,”ujarnya.
Hingga bulan Februari 2017, nilai pembayaran yang diterima dirinya Rp1,2 miliar setelah dipotong pajak. Pada kesempatan itu, Melkianus Ndaomanu, kuasa hukum kedua terdakwa mempertanyakan bobot antara pekerjaan pemasangan dan pengadaan.
“Ada bobot dihitung pisah. Kalau tidak hitung maka omong kosong. Untuk pengadaan bobotnya 58,33 persen. Pemasangan bobot Geomembran 4,09 persen, sisanya pekerjaan pembersihan dan pembuatan pematang,”tambahnya.
Atas pernyataan kedua saksi, kedua terdakwa tidak membantah maupun memberikan pelayanan. Persidangan yang dipimpin hakim ketua Edy Pramono didampingi hakim anggota Jemmy Tanjung Utama dan Gustap Merpaung ini akan dilanjutkan Selasa tanggal 26 September 2017 dengan keterangan saksi ahli. (*Eli)