Zonalinenews- Kupang – Sidang perkara dugaan korupsi proyek tambak garam di kabupaten Sabu Raijua tahun 2016 kembali digelar di pengadilan Tipikor Kupang, Selasa, 29 Agustus 2017. Empat orang saksi dihadirkan dalam persidangan untuk terdakwa Henri J Wenji dan Daniel kitu ini. Masing – masing saksi Saksi Nur Faisal selaku sekretaris panitia peneliti kontrak dan PHO, Jublina Mariance Siokain sebagai bendahara pengeluaran sejak 2016, dan saksi Rumianty Kristian Lede sebagai kepala seksi dan bendahara umum daerah serta saksi Darius Lobo Huki.
Saksi Nur Faisal, dalam kesaksiannya mengaku pembangunan tambak garam seluas 10 hektar yang dikerjakan kedua terdakwa belum rampung sampai dengan berakhirnya masa kontrak. Dalam menjalankan tugas sebagai panitia PHO dirinya bertanggungjawab kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang juga sudah terdakwa dalam masalah ini. “Saya tau PT Somba Hasbo dengan terdakwa Daniel Kitu mengerjakan 1 hektar, sampai sekarang belum selesai. Dan terdakwa Henri J Wenji dengan perusahaan Surya Mekar Raya, sampai Desember 2016 tidak ada pekerjaan apa – apa,”katanya.
Lanjutnya, kedua terdakwa juga tidak pernah mengajukan adendum kepada panitia. Ketika ditanya jaksa Hendrik Tiip, alasan mengapa pekerjaan selesai? Saksi mengaku, sepengetahuannya ada masalah lahan, masyarakat yang menolak dengan memagari lokasi. “Untuk Sabu daratan dua, tidak ada masalah dari awal. Kriteria adendum itu, salah satu ada penolakan lahan bisa dipertimbangkan dilakukan adendum,”ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jublina Mariance Siokain, saksi lainnya mengatakan bahwa di tahun 2016 seluruh pekerjaan tambak seluas 40 hektar di Sabu Raijua senilai Rp31 miliar lebih. Dana itu sudah termasuk jasa Konsultan pengawas, pekerjaan pengadaan Geomembran dan fisik tambak garam.
“Untuk pekerjaan fisik senilai Rp30 miliar. Raijua 30 hektar, Sabu Daratan 1 dan 2 seluas 10 hektar. Sabu daratan 1 dikerjakan Hendrik J Wenji senilai Rp2,900 miliar. Pekerjaan tambak Sabu daratan 2 dilaksanakan terdakwa Daniel Kitu, dengan pagu anggaran Rp2,94 miliar,”katanya.
Lanjut Jublina, untuk pekerjaan Sabu daratan 1, sudah dilakukan pembayaran satu kali, uang muka Rp558 juta dan termin pertama senilai Rp1,396 miliar lebih. Saat pembayaraan itu, progres pekerjaan 60,4 persen. Sementara pekerjaan di lapangan saksi mengaku tidak mengetahui secara detail. Namun saksi membayar atas perintah dari PPK dengan pada kelengkapan administrasi.
“Sepanjang syarat terpenuhi saya bayar atas rekomendasi PPK. Syaratnya fotocopy NPWP, kontrak, lampiran dan jaminan pelaksanaan,”katanya. Ditambahkannya, pekerjaan tambak Sabu daratan 2 yang dilaksanakan terdakwa Daniel Kitu, dengan pagu Rp2,94 miliar lebih. Juga telah dilakukan pembayaran uang muka pekerjaaan pada tanggal 16 Desember 2016 senilai Rp558 juta. Total dana yang sudah dibayarkan kepada terdakwa senilai Rp1,959miliar dari Rp2,27miliar sebelum dipotong pajak.
Lanjut Jublina, progres pekerjaan saat pembayaran termin pertama untuk terdakwa Daniel Kitu sebesar 63,7 persen. Terkait adanya PHK dari PPK, saksi mengaku tidak tau. Demikian juga dengan apakah ada permintaan adendum dan surat pernyataan kesanggupan melaksanakan pekerjaan dari kedua terdakwa. “Uang itu ditransfer ke rekening atas nama perusahaan kedua terdakwa,”tambahnya.
Sementara Rumianty Kristian Lede mengaku mengetahui adanya pembayaran sampai dengan termin pertama. Saksi tak mengetahui adanya perpanjang kontrak serta pembayaran lebih. Saksi Darius Lobo Huki, mengatakan bahwa apabila pekerjaan sudah selesai masa kontrak namun tidak dilakukan Adendum maka pekerjaan tersebut tidak bisa dilanjutkan. Atas keterlambatan itu dapat dikenakan denda.
“Harus dilakukan PHK sesuai, dimungkinkan dilanjutkan pada tahun berikutnya apabila ada adendum,”ujarnya. Jalannya persidangan dipimpin hakim ketua, Edy Purmono didampingi hakim anggota Ibnu Kholik dan Jemmy Tanjung Utama. Tak lupa majelis hakim mengagendakan sidang lanjutan pada Kamis, 7 September 2017.(*pul)