
Zonalinenenws-Sumba Barat, Proses penegakan hukum terhadap korban pembunuhan Iyeck Nanda Saputra di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terjadi pada tanggal 22 Januari 2014 silam, hingga kini belum mendapatkan titik terang penyelesaian, baik oleh oleh penyidik Polda NTT maupun pihak kepolisian setempat.
Saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Kamis 29 Serptember 2016, Kapolres Sumba Barat, AKBP Muhamad Erwin mengatakan bahwa hasil visum et repertum (autopsi) oleh Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Instalasi Kedokteran Forensik pada tanggal 2 September 2014 yang menyebutkan bahwa penyebab kematian korban karena kekerasan benda tumpul pada wajah (daerah hidung dan wajah) yang mengakibatkan patah tulang hidung dan pipi serta kerusakan jalan nafas bagian atas sesuai dengan peristiwa penganiayaan sebagai penyebab kematian, adalah keputusan sepihak dan tidak dapat dijadikan fakta hukum.
“Boleh tidak Dokter mengatakan hal seperti itu? Dokter tidak boleh mengatakan atau memvonis bahwa itu adalah penganiayaan. Itu tidak dapat dijadikan fakta hukum. Kami akan memeriksa ulang,” kata Erwin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejauh ini, lanjut Erwin, pihaknya hanya menangani motif kasusnya yakni lakalantas. “Kami belum menemukan bukti termasuk pelaku yang ditetapkan terangka meskipun pihak keluarga menuntut dan meyakini bahwa kasus tersebut adalah pembunuhan. Sejauh ini kami masih melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut,” ungkapnya.
Sementara kepada media, Hadijah Usman selaku ibu kandung korban mengatakan bahwa sejauh ini pihak keluarga didampingi kuasa hukum, telah melakukan berbagai upaya agar kasus ini dapat diungkap secara benar dan adil karena diperkuat dengan bukti hasil autopsi yakni peristiwa penganiayaan.
“Kami masih mengharapkan keadilan dan kepastian hukum atas kematian anak kami. Sudah dua tahun kasus ini terjadi namun belum ada hasil yang kami dapatkan. Jangan sampai kasus kematian anak kami ini dibiarkan begitu saja tanpa ada tindak lanjut dari pihak yang berwenang. Kami masih menuntut keadilan hukum,” harap ibu Hadijah dengan nada haru.
Minta Kapolri Ambil Alih Kasus
Menanggapi hal ini, saat dikonfirmasi media, Gabriel Sola selaku kuasa hukum ibu Hadijah mengatakan bahwa setelah dua tahun berlalu tanpa ada titik terang penyelesaian baik dari pihak Polda NTT maupuun Polres Sumba Barat, pihaknya akan menyurati pihak Kapolri untuk mengambil alih penanganan kasus tersebut untuk ditindaklanjuti.
“Kami menilai ada upaya pembiaran terhadap kasus ini. Kami menyayangkan kinerja dan tindak lanjut penanganan oleh pihak Polda NTT dan Polres Sumba Barat. Kebenaran dan keadilan harus terungkap sesuai fakta dan bukan sebaliknya direkayasa. Maka kami akan menyurati pihak Kapolri dan meminta agar mengambil alih penanganan kasus ini sehingga keluarga korban bisa mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum di balik kasus kematian tersebut,” kata Gabriel.
Pelanggaran kode etik
Gabriel menambahkan bahwa sesuai penuturan ibu korban, dalam penanganan laporan dugaan pembunuhan tersebut, terdapat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Oknum Anggota Polres Sumba Barat, Berinisial AA dan kawan-kawan yakni diduga meminta uang sejumlah Rp 93.500.000 (Sembilan Puluh Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) kepada ibu korban dengan alasan untuk kepentingan autopsi dan penanganan perkara.
“Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh AA, dkk, harus ditindak tegas oleh Polda NTT dan harus dijelaskan kepada publik. Ini presenden buruk. Pihak penyidik harus menjadi pengayom dan penegak hukum. Martabat hukum harus ditegakan bagi pencari keadilan dan kebenaran dan bukan sebaliknya dibiarkan tanpa ada titik penyelesaian. Selain meminta intervensi kapolsi, kami telah menyampaikan pengaduan kasus ini ke tiga lembaga Negara yakni Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman RI (ORI) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),” tandas Gabriel. (*Che)