ZONALINENEWS.COM,
KUPANG – Kuasa Hukum keluarga
korban Almarhum Roy Bolle, Paul Hariwijaya Bethan percaya bahwa pihak Kepolisian Polresta Kupang
Kota yang melakukan penyidikan adalah para
penyidik yang bekerja dengan semangat profesionalisme dan berdasarkan aturan hukum acara pidana maupun peraturan pendukung lainnya, baik itu Perkap
Kapolri, Putusan MK perihal SPDP maupun peraturan terkait lainnya.
Menurut dia, tentunya penyidik juga paham betul soal manajemen penyidikan dalam tindak pidana.
“Terkait alasan tidak dicantumkan nama
Tersangka (TSK) Marten
Konay Alias Teny Konay menurut
informasi dari penyidik
Polres Kota Kupang hal tersebut didasari pada SPDP atas nama Dony Konay yang sudah dikirimkan sejak tanggal 19 september 2023 kemarin. Yang mana dalam proses pengembangan penyidikan telah ditemukanlah TSK baru atas nama Marten Konay, sehingga tidak perlu menerbitkan SPDP lagi. Karena pada tanggal 26 september 2023, penyidik telah memberitahukan terkait adanya TSK baru atas nama Marten Konay berdasar surat penetapan tersangka dan ada pemberitahuan terkait penahanan Martin Kknay berdasar Surat Perintah Penahanan kepada
Kejari Kota Kupang,” ungkap Paul kepada
wartawan, Selasa 10 Oktober 2023.
Selain itu dia juga mengatakan, menurut penyidik Polres Kota Kupang, SPDP atas nama TSK Dony Konay sudalah cukup tanpa harus terbitkan SPDP baru lagi atas nama Martin Konay (harus dianggap menyatu/melekat, bagian yang tidak terpisahkan dari SPDP atas nama Dony Konay).
Menurut Paul terkait informasi dan penjelasan penyidik tersebut bahwa dengan tidak adanya SPDP atas nama Marten Konay hal tersebut dikarenakan dalam proses penyidikan terhadap laporan yg sama dilakukan pengembangan penyidikan dan ditetapkan TSK baru atas nama Marten Konay.
“Selanjutnya kepolisian sudah memberikan pemberitahuan terkait adanya penambahan TSK baru tersebut kepada
kejaksaan, sehingga tidak perlu lagi adanya SPDP atas nama Marten Konay, karena SPDP Marten Konay juga melekat pada Laporan
Polisi dan Surat Perintah Penyidikan yang sama dengan SPDP atas Nama Doni Konai. Dan bukan dari perluasan tindak pidana baru, tetapi hanya perluasan
pelaku tindak pidana dalam proses penyidikan tersebut,” katanya.
“Jikalau jaksa tetap tidak mau memperpanjang penahanan terhadap Marten Konay, maka profesionalisme kinerja kejaksaan patut dipertanyakan. Selain itu kepolisian juga harus mempersiapkan antisipasi langkah hukum apabila kejaksaan tetap bersikeras tidak mau menerima perpanjangan penahanan terhadap TSK Marten Konay. Apakah harus membuat Sprindik baru untuk melakukan penyidikan ulang dan mengeluarkan SPDP serta mengeluarkan surat penetapan TSK ataupun perintah penahanan terhadap Marten Konay, “jelas Paul.
Jika Kejari Kota Kupang, lanjut Paul sejak awal merasa bahwa harus ada namanya TSK marten konay dalam SPDP, maka sejak awal harus diberitahukan ke penyidik kalau wajib mencantumkan nama TSK atas nama Marten Konay pada tanggal 26 september saat itu.
“Bukan membiarkan atau mendiamkan saja dan baru pada saat penyidik mengirimkan surat permohonan perpanjangan penahanan, baru kemudian menolak perpanjangan penahanan tersebut dengan alasan TSK atas nama Marten Konay tidak tercantum dalam semua SPDP yang dikirimkan oleh penyidik Polresta Kupang Kota,” ungkapnya.
Salah satu Kuasa Hukum Keluarga Korban, Aldo K menambahkan, dengan tidak adanya nama tersangka di dalam SPDP, sehingga Jaksa menolak untuk melakukan perpanjangan masa penahanan, tentunya menjadi catatan penting terhadap sikap profesionalisme Aparat Penegak Hukum dalam berkeja. Yang mana hal tersebut dapat berakibat pada cacat
administrasi dan mengakibatkan kerugian bagi para pencari keadilan dalam hal ini korban maupun keluarga.
“Sehingga kami selaku tim Kuasa Hukum mendesak pihak Kepolisian untuk segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan yang baru dan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap seluruh tersangka agar tidak adanya pihak-pihak yang mengalami kerugian dalam proses peradilan ini. Terutama pihak Keluarga korban,” katanya.
Kuasa Hukum Jhon F juga mengatakan, terkait dengan tidak bisa diperpanjangnya penahanan terhadap tersangka Marten Konay, karena tidak terpenuhinya syarat Administrasi perpanjangan masa tahanan atau salah satu tidak adanyabSPDP atas nama yang bersangkutan, sehingga konsekuensinya adalah dilepaskan dari tahanan.
“Tidak terpenuhnya syarat administrasi perpanjangan masa tahanan bukan berarti hilangnya kewenangan penyidik untuk melengkapi lagi syarat administrasinya atau berdampak pada penghapusan tindak pidana. Kasus ini merupakan 1 kesatuan kejadian pidana dengan rangkaian tidak pidana yg terjadi, dan ada peran masing-masing TSK termaksud Marten Konay,” katanya.
“Jangankan tidak diperpanjang penahanan TSK yang tidak menghapuskan kewenangan penyidik untuk melakukan pemeriksaan lagi. Terkait dengan penghetian penyidikan Pasal 109 Ayat 2 juga tidak menghilangkan wewenang penyidik untuk memeriksa kembali perkara tersangka, karena apabila dikemudian hari penyidik menemukan bukti yg memadai untuk menentukan tersangk, penyidikan dapat di buka kembali,” jelas Jhon.
Dia mengatakan, tidak diperpanjangnya masa tahanan atau lebih jauh jika ada upaya intervensi, sehingga nantinya dihentikan penyidikan bukan berarti tindak pidanya hilang karena terkait dengan tidak diperpanjangnya masa tahanan dan penghetian penyidikan hanya sebatas tidak terpenuhnya syarat administrasi dan formal penyidikan.
“Yang perlu ditekankan, dan kami tegaskan bahawa dalam proses penyidikan seseorang tersangka dinyatakan tidak dapat dilakukan penyidikan atau dihentikan penyidikannya demi hukum yg berdampak hapusnya tindak pidana atau bebas demi hukum. Apabila tersangka yang bersangkutan pernah diadili dan diputus terkait dengan kasus yg diperiksa dan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. “Nebis In Idem” tersangka yang bersangkutan
meninggal dunia, karena kedaluwarsa tenggang waktu penyidikan dan penuntutan sesuai pasal 78 KUHP,” kata Jhon. (*y3r)