
Zonalinenews-Jakarta, Ibu Hadijah Usman dan Anak menantunya, mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga Ombudsman Republik Indonesia pada Kamis 9 Juni 2016. Setelah mendangai komnas Ham . dilanjutkan Jumad 10 juni 2016 mendatangi kantor Kepolisian Nasional (Kompolnas). Kedatangannya bertujuan untuk mencari keadilan terhadap kasus kematian anaknya, Iyek Nanda saputra, pada 22 Januari 2014 silam, sekaligus meminta kepada lembaga-lembaga tinggi negara untuk turun serta ke lapangan dan memanggil Polda NTT beserta Polres Sumba Barat.
Menurut Hadijah, pada 22 Januari 2014, Iyek Nanda pamit hendak membeli gorengan. Selang beberapa jam, bukan gorengan yang didapat. Tetapi justru keluarga mendapat kabar bahwa Iyek Nanda sedang dilarikan ke Rumah Sakit Karitas Weetebula, Sumba Barat, NTT. Ketika keluarga korban tiba di ruang IGD Rumah Sakit, Iyek Nanda dalam kondisi yang mengenaskan. Luka-luka di sekujur tubuh seperti luka robek memanjang di bawah dagu, kedua mata biru lebam, tulang hidung patah, otak kecil (bagian belakang kepala) lembek, gigi lima buah lepas, tangan kiri patah dan dua buah goresan panjang di dada.
Oleh Kepolisian Resor (Polres) Sumba Barat yang membawahi 3 (tiga) wilayah administrasi kabupaten (Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, dan Kabupaten Sumba Tengah), kematian Iyek Nanda dikatakan sebagai kecelakaan tunggal. Hal tersebut tertuang dalam Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Polres Sumba Barat, dengan nomor surat B/15/III/Lantas Res. SB. Namun ibu Hadijah Usman dan keluarga besarnya tetap berkeyakinan bahwa Iyek Nanda dibunuh, dan bukan meninggal karena kecelakaan tunggal lalu lintas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keyakinan pihak keluarga atas dasar fakta bahwa pihak kepolisian tak pernah melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara) dan hasil otopsi bernomor YM.01.06./IX.E.19.VER/460/2014 yang dilakukan oleh Dokter Ahli Forensik yang didatangkan dari Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Instalasi Kedokteran Forensik, dr. Dudut Rustyadi, SpF. Hasil otopsi menemukan tanda-tanda pendarahan di bawah selaput keras otak dan kekerasan benda tumpul pada wajah (daerah hidung dan pipi) yang mengakibatkan patah tulang hidung dan pipi yang menimbulkan kerusakan jalan nafas bagian atas, serta kekerasan benda tumpul pada dahi dan pelipis kanan yang menimbulkan pendarahan di bawah selaput keras otak secara tersendiri sebagai penyebab kematian.
Hasil otopsi pun memberikan kesimpulan penutup bahwa pola dan lokasi luka yang ditemukan pada tubuh korban, sesuai dengan peristiwa penganiayaan. Inilah yang membuat ibu Hadijah dan keluarga besar tak henti-hentinya berjuang selama kurang lebih dua tahun ini untuk mendapatkan keadilan hukum. Agar kejadian seperti ini tak lagi terus menerus terjadi di Sumba Barat dan di daerah manapun.
“Di Sumba, pembunuhan sudah jadi seperti hal yang biasa-biasa saja. Dengan 2 juta rupiah, nyawa orang bisa dengan gampangnya dihilangkan. DI Sumba sana, kalau aparat sudah diduga disogok, maka kasus ditutup. Tapi tidak bagi saya. Saya akan tetap kejar ini sampai kemanapun,” kata ibu Hadijah disela isak tangisnya.
Ibu Hadijah melanjutkan bahwa pihak keluarga besar mensinyalir ada oknum polisi yang terlibat dalam rekayasa kasus pembunuhan dan melakukan pembiaran penanganan kasus ini. Sehingga menyebabkan penyidikan menjadi terkatung-katung. Menurutnya, pihak keluarga telah berupaya keras untuk mengungkap kasus ini. Bahkan mereka rela tanah dijual demi pembiayaan pengusutan kasus di kepolisian. Masih menurut ibu Hadijah, pihaknya bahkan rela melakukan apa saja. Termasuk memenuhi permintaan oknum polisi untuk pembiayaan operasional dan seluruh biaya otopsi.
Sementara itu, ketiga lembaga yang dituju telah menerima ibu Hadijah dengan baik. Berkas-berkas yang berisi kronologis dan semua bukti-bukti laporan telah diterima. Nama-nama dan foto yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan pun telah dikantongi oleh lembaga-lembaga terkait beserta Mabes Polri. Semua instansi yang dituju, sesuara bahwa akan segera menindaklanjuti dugaan ketidakadilan yang terjadi di Sumba Barat Daya ini.
AMAN Flobamora dan PADMA Indonesia Dampingi Ibu Hadijah ke Kepolisian Republik Indonesia
Selama di Jakarta, ibu Hadijah didampingi oleh PADMA (Pelayanan Advokasi Untuk Keadilan dan Perdamaian) Indonesia dan AMAN (Aliansi Masyarakat Nasional) Flobamora. Koordinator AMAN Flobamora, Kristoforus Watu Pati menyatakan bahwa pihaknya akan terus komit mengawal kasus ini hingga terang benderang ke publik. Keadilan dan perdamaian yang selama ini menjadi ikon bumi Flobamora harus ditumbuhkembangkan kembali.
“ Rencananya Hari Senin 13 juni 2016 , kami akan bergerak dan melakukan aksi damai di depan kantor Polri. Kami mendesak agar reformasi di kepolisian harus benar-benar dijalankan. Masih ada begitu banyak persoalan yang terkatung-katung di Polda NTT. Saat ini ditambah pula dengan dugaan adanya rekayasa pembunuhan terhadap adik Iyek Nanda Saputra oleh Polres Sumba Barat. Tolong segera ada atensi khusus terkait hal ini,” tegas Kristoforus di Jakarta.
Sementara itu Direktur PADMA Indonesia, Martinus Gabriel Goa, selaku pihak yang mendapat Surat Kuasa dari pihak keluarga besar, menyatakan bahwa ini adalah preseden buruk bagi penegakan hukum di NTT. Menurutnya, kinerja kepolisian NTT selama ini selalu memperlihatkan rapor merah dalam penegakan hukum. Sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
“Kami mendesak Mabes Polri, Komnas HAM, Kompolnas, Ombudsman dan Komisi III DPR RI segera memanggil Kapolda NTT dan Kapolres Sumba Barat agar segera mengusut tuntas dan memproses secara hukum pelaku pembunuhan korban Iyek Nanda Saputra agar keadilan hukum benar-benar ditegakan,” pungkas Gabriel. (*Hancel)