
Zonalinenews-Kupang,- Hermanus Th. Boki Ketua DPD KNPI NTT Periode 2017-2020 Minggu 20 Mei 2017 pukul 20.00 wita menjelaskan Budi Utomo dan 28 Oktober 1928 sumpah pemuda adalah 2 peristiwa besar yg mempengaruhi sejarah bangsa, dan menjadi benang merah mengapa hari kebangkitan Nasional di Indonesia senantiasa dilestarikan.
Mengapa 20 Mei? Sebab di tanggal itu komitmen kebangsaan dan persatuan didengungkan secara serentak dan mendobrak sekat-sekat suku, ras, agama, pilihan politik, aliran pahaman dan kepentingan demi menggapai Indonesia yg mandiri dan majemuk. Bangsa Indonesia bangkit secara serentak dengan komitmen memelihara persatuan dari ujung timur sampai ujung barat, Utara hingga selatan Bumi Pertiwi.
Indonesia masih dijajah pada hari dimana 2 peristiwa besar tadi terjadi, namun semangat kebersamaan yg ditunjukkan para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan pejuang2 kemerdekaan melekat begitu erat dan nampak. Saat dijajah, karena ada pada satu penderitaan, kebersamaan nyatanya begitu mudah digenggam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pencanangan 20 Mei sabagai hari kebangkitan Nasional adalah upaya sadar dan strategis Indonesia untuk mendengungkan lagi dan lagi tentang pentingnya merawat kebhinekaan, persaudaraan, di bawah satu negara, Indonesia, satu bendera, merah putih, satu ideologi, Pancasila. Hari ini, bisa kita saksikan Indonesia ibarat kapal yg terombang ambing oleh gelombang perbedaan. Pilihan politik, warna partai, jubah agama, topeng suku dan ras menjadi deadly weapon (senjata mematikan) yg siap membidik kapal induk Indonesia yg bernama kebhinekaan. Kita seolah dipisah oleh perbedaan yg di masa-masa sebelum kemerdekaan menjadi modal persatuan dan kekuatan.
Setelah reformasi, hak demokrasi yg kita miliki cenderung menghadirkan perpecahan. Ironis, kemerdekaan memilih kita didapat, namun pertengkaran politik justru melemahkan. Indonesia seolah tidak lagi dipusingkan kemiskinan, kebodohan, minimnya lapangan kerja, narkoba/HIV Aids, human traficking, pelanggaran ham hingga isu2 liberalisasi pendidikan, minyak, tambang, hasil bumi, termasuk ancaman perebutan pulau2 terluar kita.
Padahal itu jauh lebih mendesak dan krusial dibanding pilihan2 politik masyarakat. Momen 20 Mei 2017 ini seyogyanya mampu membawa kita pada sebuah refleksi sederhana. Apakah yg qt ributkan hari ini (tentang siapa lebih beragama dan lebih beriman, siapa lebih cocok menjadi pemimpin dan siapa yg tidak, siapa yg lebih salah dan lebih benar dalam pelanggaran hukum, suku dan ras mana yg lebih tinggi dan mana yg rendah) bisa membantu kita meminimalisir kemiskinan? Mengurangi angka buta huruf? Menaikkan derajat hidup dan kesejahteraan kita? Ataukah hanya membuat kita berputar-putar pada egoisme dan konflik horizontal antar sesama kita?!.
20 Mei 2017 dipandang DPD KNPI sabagai momentum tepat dan berharga merajut lagi persaudaraan kita yg terlanjur dikoyak2 oleh perbedaan agama, suku dan pilihan politik. Momen berharga juga untuk merekatkan kembali kebhinekaan kita yg terlanjur dikotak2an oleh politisasi uang, agama dan kepentingan segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab. Mari lihat kembali ke belakang. Kemerdekaan kita sarat dengan kontribusi ulama, pendeta, pastor, tokoh Hindu/budha. Indonesia pun mengecap kedaulatan dengan sumbangsih pemuda yang datang dari berbagai agama, daerah, suku dan etnis. Pemerintah bisa berjalan hingga hari ini karena kesepakatan konstituen dari semua partai politik dan wakil-wakil rakyatnya.
Semua yang berbeda di bawah payung kebhinekaan adalah yg menyokong Indonesia sebagai negara berdaulat dengan sistem demokrasi yg diakui dunia sebagai salah satu yg terbaik. Kita masih punya agenda-agenda besar. Kita harus fokus pada pemerataan pembangunan, penanganan kasus korupsi, pelanggaran ham, pemberantasan narkoba/HIV Aids, termasuk pelayanan-pelayan publik yang merugikan masyarakat. Kita harus berjuang agar tidak ada lagi peningkatan harga kebutuhan dalam negeri (contoh konkrit tarif daftar listrik dan BBM) yang mencekik leher masyarakat miskin di Indonesia. Dan di atas semuanya, kita juga harus waspada pada ancaman ideologi non Pancasila, komit pada peningkatan kualitas SDM pemuda dan generasi penerus bangsa. Mari berjuang demi kepentingan bersama, bukan kepentingan seagama, sesuku, sepuluhan politik, dan atau sedaerah. Sebab di atas kapal Kebhinekaan, Indonesia bukan milik satu agama, satu ras, satu daerah, satu pilihan politik. Kita besar kerena berbeda dan bersama.(*tim)