
Zonalinenews-Kupang,- Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Anshor Nusa Tenggara Timur menggelar Kegiatan Focus Group Discussion dengan tema, Mewujudkan Damai Dari NTT Menuju Indonesia, pada Jumat 23 Desember 2016 pukul 15.00 wita di Kantor Nahdatul Ulama NTT.
Pada diskusi tersebut Ketua Laskar Merah Putih Samuel Nonna mengatakan tidak ada istilah mayoritas dan minoritas di Indonesia karena jika ada minoritas yang dianiaya di Indonesia, maka dunia tidak akan tinggal diam. Ini bukan persoalan mayoritas minoritas saja tetapi lebih dari itu ke masalah fasis.
Lanjutnya, radikal itu penting karena kita membutuhkannya untuk membela negara ini. Namun yang menjadi soal ketika ditambah isme dan menjadi radikalisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, revolusi industri Inggris yang kemudian sistimnya menguasai sumber daya alam negara – negara itu yang kemudian tidak diterima oleh banyak kelompok sehingga menjadi konflik. Itulah sumber konflik. Jadi sebenarnya agama tidak mengajarkan konflik.
Ketua GMKI Cabang Kupang Crhisto Kolimo mengatakan pancasila sebagai dasar falsafah bangsa, maka kembali kepadanya untuk menyelesaikan segala sesuatu melaluinya adalah solusi yang tepat.
Pengurus KAHMI Kota Kupang, Sokan Teibang mengatakan orang Indonesia sangat sensitif dengan agama. Sehingga negara – negara luar membenturkan masyarakat Indonesia dengan sentimen keagamaan untuk mengobrak abrik Indonesia.
Lanjutnya, jika kita melihat secara global, ada negara – negara yang memiliki kekayaan alam. Negara – negara yang memiliki kekayaan alam tersebut selalu diobrak abrik oleh pihak asing atau negara – negara luar. Indonesia adalah salah satunya.
Sehingga lanjutnya jika masyarakat Indonesia berpegang pada Pancasila maka tidak akan mampu diobrak abrik oleh pihak asing atau negara luar.
Pemerhati Kerukunan John Liem mengatakan Marx sudah mati, namun ideologinya tidak mati. Kartosuwiryo sudah mati namun ideologinya tidak mati. Maka dengan pancasila kita melawan dua ideologi radikal itu.
GP Anshor Kota Kupang Syukur Penja mengatakan fakta – fakta radikalisme dan terorisme yang terjadi di Indonesia contohnya yakni kisruh demo 4 November, pembubaran ibadah KKR di Bandung, Bom Gereja di Kalimantan, penghadangan Jamaah Tabligh di Kupang, ancaman terhadap rumah – rumah ibadah dan rencana bom Istana di Jakarta yang berhasil diungkap Polri.
Lanjutnya, dari fakta – fakta itu muncul pertanyaan yang paling mendasar, nasionalisme dan patriotisme kita dimana?
Sehingga ia mengajak kembali ke pancasila sebagai jawaban untuk mengatasi terorisme dan radikalisme.
Diskusi kemudian merumuskan beberapa poin yang dideklarasikan dengan dibacakan oleh Ketua Fatayat NU NTT Rhina dan Ketua GMKI Cabang Kupang Crhisto Kolimo.
Pertama, selalu menjaga kerukunan umat beragama dengan mengedepankan musyawarah dan mufakat. Kedua, menjunjung tinggi toleransi keragaman antar umat beragama untuk mewujudkan perdamaian di Indonesia. Tiga, menolak dan mewaspadai berkembangnya ormas radikalisme yang bertentangan dengan 4 pilar kebangsaan. Empat, mengajak seluruh pemuda Indonesia agar tetap cinta damai serta menjaga keamanan dan kenyamanan NKRI. Lima, mengajak seluruh pemuda Indonesia untuk bersama – sama menjaga keamanan dan kenyamanan setiap perayaan hari – hari besar keagamaan di Indonesia. Enam, menjunjung tinggi supremasi hukum yang berkeadilan. Tujuh, Pemuda NTT wajib menjaga keutuhan NKRI dari wilayah perbatasan. Delapan, pemuda NTT menolak keras pernyataan kafir terhadap agama dan kepercayaan apapun di Indonesia. Sembilan, Pemuda NTT meminta pemerintah pusat kembali memasukkan kurikulum moral pancasila sejak usia dini.
Hadir diskusi, Fatayat NU, KAHMI Kota Kupang, HMI Cabang Kupang, GMKI Cabang Kupang, Pemerhati Kerukunan, Laskar Merah Putih, Polres Kupang Kota, Hima Budha, Parisada Hindu. Diskusi dipandu oleh Ketua GP Anshor NTT didampingi notulen Azhar Jowe.
Hasil diskusi direkomendasikan ke Presiden RI, DPR RI, POLRI, MUI, PB NU, Gubernur NTT, DPRD NTT, POLDA NTT, MUI NTT dan PB NU NTT. (*mortal)