ZONALINENEWS.COM,
KUPANG – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan
Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) menggelar
pelatihan dasar pendampingan korban human trafficking. Kali ini, Kupang Nusa Tenggara Timur (
NTT) menjadi
tuan rumah pelaksanaan pelatihan yang digelar sejak Jumat 24 November 2023 – Senin 27 November 2023 besok.
Pelatihan ini mengusung tema ‘pemulihan korban sebagai bagian dari pemulihan bangsa’ dengan tagline gerak bersama, kenali hukumnya, lindungi korban merupakan bagian dari 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan.
Pelatihan dalam bentuk
workshop dan exposure ini diikuti 30 orang peserta terdiri dari 15 perempuan dan 15 laki-laki dengan persentase 60 persen peserta lokal dan 40 persen peserta yang berasal dari luar daerah NTT. Para peserta adalah
anggota GAMKI yang diutus oleh DPD/DPC,
pemuda gereja yang diutus oleh gereja asal dan berusia 22-40 tahun.
Pelatihan yang dipusatkan di Hotel Elmilya Kupang dibuka Steffi Graf Gabi, sekretaris fungsional keperempuanan DPP GAMKI mewakili
ketua DPP GAMKI yang sedang ada agenda GAMKI di Toraja. GAMKI melihat bahwa situasi perdagangan orang di Indonesia kian mengkhawatirkan karena praktik perdagangan manusia telah ada sejak awal peradaban manusia. Perbudakan dapat dilihat sebagai akar sejarah perdagangan manusia yang pada saat itu diterima sebagai bagian dari kelaziman di
masyarakat. Perbudakan hadir hampir pada seluruh peradaban kuno di dunia, baik Asia, Afrika, Eropa, Amerika, Timur Tengah dan Mediterania.
Indonesia dikenal sebagai negara sumber, negara transit sekaligus negara tujuan perdagangan manusia. Sebagai negara sumber, berdasarkan laporan US Department of State Human Rights tahun 2019 menyatakan bahwa perempuan dan anak Indonesia yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual dan tenaga
kerja ke Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Taiwan, Jepang, Hongkong dan Timur Tengah.
Korban diperdagangkan dari
desa ke kota-kota besar, dieksploitasi secara seksual dan dijadikan tenaga kerja di bawah umur.
Bentuk eksploitasi
pelaku perdagangan orang bisa beragam, mulai dari pemaksaan hubungan seksual, perbudakan atau kerja paksa, pengambilan organ/jaringan tubuh, atau pemanfaatan korban lain secara paksa. Ini semua dikategorikan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Data dari Kementerian Perempuan dan Anak, dalam kurun waktu 2020-2022, terdapat 1.581 orang di Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang yang mayoritas korban berasal dari kelompok rentan yakni perempuan dan anak.
Praktik perdagangan manusia dapat muncul karena beberapa latar belakang seperti kemiskinan, pendidikan rendah, dan pengangguran atau tidak adanya pekerjaan.
Persoalan kemiskinan yang tidak kunjung selesai membuat masyarakat tidak punya banyak pilihan untuk menyambung hidupnya. Dalam situasi yang serba sulit inilah perempuan menjadi pihak yang dirugikan. Persentase tenaga kerja
wanita selalu lebih besar daripada tenaga kerja laki-laki yang berangkat ke luar negeri.
NTT merupakan daerah penyumbang terbanyak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
meninggal dunia yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UPT BP2MI) Kupang, terhitung sejak tahun 2018 sampai dengan 2022 jumlah korban TPPO yang
meninggal dunia sebanyak 74 orang. Sementara pada 2023 terhitung dari Januari hingga Mei, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa sudah mencapai 11 orang.
Adapun
kasus Kekerasan Berbasis Gender yang
dilaporkan oleh Catahu (2023) yaitu terdapat peningkatan angka pengaduan langsung kekerasan terhadap perempuan sebanyak 4.322 kasus di Tahun
2021 menjadi 4.371 kasus di sepanjang Tahun 2022 atau terjadi peningkatan kasus kekerasan berbasis gender hampir 50 persen.
Pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 17 kasus per hari. Ada fakta tersembunyi lainnya juga bahwa banyak kasus yang terjadi di lapangan tetapi masyarakat enggan untuk melapor dengan mempertimbangan aspek budaya yang dianut, ketidaktersediaan akses, apalagi jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat atau keluarga.Separuh dari potensi sumber daya
pembangunan ada pada perempuan yaitu sebesar 49,4 persen dan anak sebesar 31 persen.
Anak sebagai penerus bangsa harus dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal serta memiliki kualitas hidup yang baik. Untuk mencegah maraknya perdagangan manusia dan kekerasan berbasis gender maka perlu memperkuat jejaring, meningkatkan kapasitas lembaga kepemudaan seperti GAMKI juga pemuda gereja memahami penyebab yang mengakari terjadinya berbagai catatan kasus tersebut, memahami upaya pencegahan dan penanganan serta melakukan pendampingan terhadap korban.
Dengan mengangkat tema “Pemulihan Korban sebagai Bagian dari Pemulihan Bangsa” pelatihan yang digagas ini merupakan pelatihan dasar dalam melakukan edukasi terhadap masyarakat serta teknik dasar pendampingan terhadap korban human trafficking maupun kekerasan terhadap perempuan dan anak.
GAMKI sebagai bagian integral dari gereja dan bangsa juga berperan aktif dalam mengedukasi serta mengupayakan pemulihan korban yang juga merupakan bagian dari upaya pemulihan bangsa dari perdagangan orang serta berbagai kekerasan yang dialami perempuan dan anak.
Pelatihan ini diinisiasi dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dengan tagline Gerak Bersama, Kenali Hukumnya, Lindungi Korban.
Peserta diberi pemahaman teologis terkait dari mana pijakan GAMKI dan bagaimana kasus human trafficking ini dipandang secara iman kristen. Selain itu, peserta diperkuat dengan pemahaman dasar tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan yang mencakup human trafficking di dalamnya serta peta kasus human trafficking dan kekerasan berbasis gender lainnya di Indonesia.
Pemahaman dasar ini adalah bagian penting yang mesti dipahami peserta untuk dapat mengidentifikasi kasus human trafficking dan kekerasan berbasis gender yang terjadi di sekitarnya. Kemampuan lain yang harus dimiliki oleh peserta yaitu teknik dasar melakukan pendampingan korban, bagaimana mendengar korban, bagaimana seharusnya seorang pendamping berbicara atau merespon korban.
Dengan adanya praktik atau simulasi teknik mendengar dan berbicara dengan korban, tentu memperkaya peserta dalam hal melakukan aksi pasca pelatihan ini.
Sekretaris fungsional keperempuanan DPP GAMKI menyebutkan kalau pelatihan ini digelar untuk meningkatkan kesadaran kader GAMKI serta proaktif dalam merespon isu human trafficking dan berbagai isu perempuan dan anak di Indonesia serta meningkatkan keterampilan kader GAMKI dalam melakukan pendampingan korban Human Trafficking dan Kekerasan Berbasis Gender yang terjadi di sekitarnya.
Selama beberapa hari, peserta diberikan materi landasan teologis “Pemulihan Korban sebagai Bagian dari Pemulihan Bangsa”, Pengenalan Kekerasan (Jenis kekerasan, latar belakang terjadinya kekerasan), Peta Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia.
Selain itu, regulasi tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan teknik Dasar Mendampingi Korban (Mendengar, Berbicara, Merespon Korban) dan simulasi.
Panitia menghadirkan fasilitator tokoh nasional dan tokoh lokal yang berkompeten.
Konsentrasi kegiatan pada isu human trafficking, isu perempuan dan anak minimal 1 tahun terakhir atau tertarik dengan isu perempuan dan anak serta berkomitmen melakukan edukasi kepada
warga gereja dan siap melakukan pendampingan terhadap korban human trafficking dan kekerasan berbasis gender di lingkungan sekitar. (*tim)
Penulis : Tim
Editor : Hayer Rahman