Zonalinenes-Kupang,- Tidak bisa dipungkiri bahwa sumber mata air Oelneneno dan Oelnepaut yang merupakan dua mata air harapan bagi kehidupan masyarakat di Kelurahan Bello khususnya para petani di daerah itu, dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Hal ini berdmpak bagi masyarakat petani. Sebab sudah sejak lama kelurahan Bello merupakan salah satu kantong pertanian yang juga andalan sebagian pesar pasar di Kota Kupang.
Goris Takene
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun kini setelah menurunnya debit air Bello yang dulunya menjadi julukan kantong pertanian kini tinggal nama. Mengapa tidak, sebab untuk menyesuaikan dengan kondisi ketersediaan air, terpaksa warga petani mengurangi areal tanam yang sudah barang tentu berdampak pada pemasukan ekonomi yang secara perlahan dari tahun ke tahun semakin berkurang pula, pada akhinya petani kehilangan mata pencaharian yang menjadi andalan selama ini.
Ditemui Zonalinenews Jumat 26 Juli 2016 Soleman Tuan salah satu Ketua Kelompok Tani di Bello mngeluhkan, bahwa luas areal sawah miliknya lebih kurang tujuh ribu (7000) meter persegi biasanya sebelum tahun 2005 luas tanah yang ada semuanya digarap dengan tanaman padi pada musim hujan dan berbagai jenis sayur di musim kemarau. Tetapi beberapa tahun belakangan ini terpkasa sebagian dari luas tanahnya yang ditanami padi, itupun hanya pada msim hujan sedangkan musim kemarau tidak ditanami karena terbatasnya persediaan air.
“Ya terpaksa sedikit yang digarap karena kondisi air sedikit, serta hasil yang kami peroleh juga sangat berkurang bahkan nyaris hilang,” jelas Soleman penuh haru.
Untuk mengatasi persoalan ini, menurut Fanus Toasu salah satu warga sejak Agustus 2013 lalu pihaknya sudah mengajukan permohonan bantuan sumur bor kepada Kantor Balai Sungai wilayah NTT melalui Kantor P2AT Kupang, tetapi sampai saat ini belum ada realisasi. Karena menurut toasu, informasi yang mereka peroleh dari Sonny Tulle salah satu Kepala Seksi pada Kantor P2AT bahwa untuk tahun 2014 belum ada proyek sumur bor kecuali proyek rehabilitasi.
Sementara itu, Goris Takene Ketua RW 03 Kelurahan Bello mengatakan, kondisi berkurangnya debit air pada dua sumber air di wilayahnya itu disebabkan karena sejak dahulu hingga saat ini proses penebangan hutan baik untuk kepentingan kebun maupun untuk kebutuhan ternak, posesnya penebangan tidak beraturan dan tidak disertai dengan upaya penanaman kembali sehingga dari tahun ke tahun hutan dan pohon besar punah. Serta akibat sering terjadinya kebakaran hutan pada musim kemarau.
Menurut Takene, hutan dengan pohon besar merupakan penyangga utama air baku sehingga sangat perlu di jaga kelestarianya. Dan pihaknya selaku RW beberapa tahun ini bersama warga sudah melakukan penanaman kembali terutama tanaman umur panjang demi keterseiaan air bawah tanah. Serta menghimbau masyarakat untuk tidak menebang pohon besar di sekitar sumber air.(* Tim)