Media Group: Zonalinenews- KUPANG ,– Perlu diakui bahwa saat ini perhatian pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terhadap dunia pendidikan masih jauh dari harapan. Bahkan, fenomena eksploitasi anak dibawah umur marak terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ironisnya, hal itu terjadi depan mata para pengambil kebijakan.

Ketiadaan biaya dan merasa tidak ada kepedulian dan uluran tangan dari pemangku jabatan, anak-anak usia sekolah yang seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan tersebut memilih untuk menjadi buruh dan rela menanggalkan seragam sekolahnya, bermandikan peluh dibawah terik panas matahari bekerja tanpa kenal lelah demi mempertahankan hidupnya.
Ditengah tantangan hidup yang hampir menguburkan mimpi indah mereka itu, hadirlah sebuah sosok sederhana yang diam-diam peduli akan kehidupan anak-anak sederhana itu yang memiliki hati mulia merangkul mereka dalam satu atap sederhana yang bernama sekolah. Hanya satu tekad di dadanya yakni merubah pola hidup anak-anak negeri yang tercampakan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adalah Yoseph Orem Blikololon, lelaki asal Flores Kabupaten Lembata berumur 64 tahun yang kesehariannya sebagai pemulung, merasa terpanggil menyelamatkan nasib anak-anak malang itu.
Dari hasil menjual barang bekas tersebut, dirinya nekad mendirikan sebuah Yayasan Pendidikan yang diberinama Peten Ina. Dengan satu tekad mulia, diatas yayasan itu, Ia membangun sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) bernama SMP Surya Mandala pada tahun 2012, di atas lahan yang disewanya tepatnya di Jalan Monitor, RT. 026, RW. 019, Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, dengan Nomor izin operasional, DISPPO 801/ SEK / 33 / 2013.
Dengan keterbatasan itu dirinya menampung anak-anak putus sekolah yang semuanya datang dari keluarga miskin, anak pemulung, anak penjual ikan, anak pendorong gerobak, anak penjual koran, ditampungnya dan berikan pendidikan layaknya anak-anak lain dengan delapan tenaga pendidik yang direkrutnya.
Uniknya, selain anak-anak itu tidak dikenakan biaya pendidikan, honor delapan tenaga pengajar tersebut dibiayai sendiri dengan menggunakan uang dari hasil menjual barang rongsokan tersebut. Bahkan, seragam sekolah pun disediakannya.
Kepada wartawan, saat ditemui di halaman sekolah, Sabtu 14 Februari 2015 Yoseph menuturkan, awalnya dirinya tertarik membangun sekolah karena melihat fenomena di Kota Kupang dimana banyak anak-anak usia sekolah yang berada di jalanan dan bekerja sebagai buruh. Melihat kondisi itu, lanjutnya, dirinya merasa terpanggil mendirikan sebuah sekolah untuk menampung anak-anak tersebut.
Lanjut Yoseph, dirinya mengaku dengan kondisi ekonomi keluarga yang carut marut, dan modal yang pas-pasan dirinya berjuang sendiri untuk mendirikan sebuah yayasan pendidikan tanpa bantuan dari pemerintah.
“Saya mendirikan sekolah ini tidak pernah berpikir untuk mencari keuntungan. Saya hanya ingin anak-anak yang setiap hari di jalan bisa sekolah kembali, tidak perlu memikirkan biaya. Meski saya hanya seorang pemulung, tetapi saya ingin anak-anak tidak seperti saya. Mereka masih mempunyai masa depan yang panjang dan mereka butuh uluran tangan saya,” ucapnya.
Untuk menyekolahkan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu, lanjut Yoseph, dirinya mengaku bersama seorang guru yang kini menjabat sebagai kepala sekolah, mencari murid hingga ke daerah TTS bahkan sampai TTU.
Dijelaskan Yoseph, untuk menampung anak-anak jalanan tersebut, bukan hal yang gampang, karena butuh kesabaran dan butuh pengorbanan. Hingga kini, meskipun belum memiliki lahan sendiri dan kekurangan anggaran, namun dirinya sudah merencanakan untuk mendirikan sebuah Sekolah Menengah Kejuruan untuk dapat menampung anak-anak yang tamat dari SMP. Olehnya, dirinya mengharapkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang agar dapat memberikan bantuan dana dan fasilitas lainnya.
“Saya sudah rencana bangun SMK untuk tampung anak-anak setelah tamat dari sekolah ini. Tetapi saya masih belum memiliki lahan dan masih kekurangan anggaran. Olehnya saya butuh bantuan dana dari Pemkot,” harapnya. (*amar)