Zonalinenews-Kupang -Sesuai regulasi pakaian bekas impor tidak dipebolehkan untuk diperdagangkan, namum hal tersebut tidak membuat aktifitas pengadaannya terhenti. Maraknya penjualan pakaian bekas atau rombengan (RB) di wilayah NTT terkhususnya Kota Kupang saat ini, kian menjamur.
Efek dari penjualan ini jelas sangat merugikan perekonomian Negara dimana barang-barang ini didapatkan secara ilegal tanpa peduli aspek Kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, serta UU No 7 tahun 2014 tentang perdagangan. Namun siapa yang bertanggung jawab terhadap peredarannya dan dampak yang ditimbulkan ?
.Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Propinsi NTT melalui Kepala seksi pengembangan perdagangan luar Negeri, Lorens Kleden ST’ saat dijumpai di ruang kerjanya Selasa (13/10/202) menjelaskan regulasi yang mengatur dan mekanisme penanganan barang impor sudah jelas melanggar aturan PERINDAG No 7 tahun 2014 berjualan pakaian bekas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Itu memang tidak diperbolekan, di Sulawesi ada tempat khusus yang diijinkan sehingga yang masuk ke sini kebanyakan masuknya lewat jalur dari Maumere lalu diteruskan ke Kupang,” tutur Lorens.
Terkait izin pelaku usaha pakaian bekas ada ijin namanya Angka Pengenal Impor (API) adalah tanda pengenal sebagai importir. API Produsen (API-P), hanya diberikan kepada perusahaan yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.
“Namun saat ini kami tidak mengeluarkan ijin itu.
Untuk merk dagangnya dari mana itu mungkin Beacukai juga sudah menyerah karena kekurangan tenaga di lapangan kalo sudah seperti ini kita mau bertindak dilapangan
tidak bisa,” ungkap Lorens
Dijelaskanya saat melakukan tindakan pencegahan, itupun kalau ditemukan barang impor di kapal.
“Contohnya kalau ada yang ambil tanpi izin pengambilan barang tidak ada Angka Pengenal Inportir (API) atau yang sekarang sudah diganti dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) tapi bukan di Perindag lagi yang keluarkan melainkan melalui Perijinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) instansi ini yang Keluarkan sehingga kalo ada masalah saat pembongkaran Perindag bisa turun,” ungkap Lorens.
Ia menambahkan untuk memberikan keterangan terkait perinjinan dan nantinya Perindag bekerjasama dengan PTSP.
Dikatakannya, hal yang perlu diketahui Rachmat Gobel ketika menjabat sebagai
Menteri Perdagangan telah melarang perdagangan pakaian impor bekas berdasarkan Permendag Nomor 51/M-DAG7/2015 dengan alasan
berbahaya untuk kesehatan karena pada pakaian bekas ditemukan bakteri dan perdagangan tersebut mematikan industri dalam negeri. Berdasar Point (a) Permendag Nomor 51/M-DAG/7/2015
Terkait Permendag Nomor 51/M-DAG/7/2015 belum adanya kesadaran masyarakat dan masih banyaknya penggemar rombengan
“Cuman kalo sudah di lapangan begini masyarakat juga sudah menggemari, penjualnya juga banyak sehingga kalau mau bilang regulasi kita tidak bisa menghindar karena tidak diizinkan. Tapi persoalan dilapangan pastinya sudah ada hal-hal lain sehingga kamipun serba salah karena animo masyarakat yang menggemarinya,” beber Lorens.
Lorens menegaskan sesuai UU Perdagangan barang bekas yang diizinkan itu hanya barang bekas dalam Kondisi tertentu yang diperuntukkan untuk Teknologi dan setiap barang yang masuk harus sesuai standar SNI.
Disampaikannya, terkait perdangang ilegal RB hingga saat ini belum adanya laporan masyarakat secara resmi kepada Disperindag Provinsi NTT sehingga belum ada peninjauan terkait larangan Rombengan.
“Sejauh ini Dinas Perindag belum ada tinjauan kepada pedagang rombengan dan hanya menunggu laporan masyarakat dengan keluhan tertentu yang disertakan dengan surat resmi maka Perindag siap menindak Lanjuti,”tutup Lorens Kleden.(*tim)