ZONALINENEWS-BAJAWA-Linangan air mata hiasi wajah kaum pedagang. Jeritan sedih seolah tidak didengar, namun para pedagan ini tak pernah putus asa, sebab hidup dan nasib masa depan anak-anak menuntut perjuangan yang harus terus dilakukan. Demikianlah suratan kisah yang dialami para pedagang di Pasar Boubou Bajawa Kabupaten Ngada Flores yang memiliki putera-puteri di bangku sekolahan ataupun di bangku perkuliahan yang kini terancam putus sekolah karena pendapatan ekonomi keluarga orang tuanya yang saban hari berjualan di pasar Bajawa Kabupaten Ngada terancaman kebangkrutan masal. Kepada media ini 13 Maret 2015, Agustina Lado, seorang ibu pedagang sayur, tomat, lombok dan buah-buahan asal Bajawa mencurahkan tangisan bathinnya.

Hatinya menjerit karena ancaman kebangkrutan ekonomi dan beban kasih dan cintanya kepada buah hati yang kini masih duduk di bangku sekolah dan terancam putus kuliah.
buah-buahan di Pasar Boubou semakin menurun akibat sepi pembeli. Padahal ia memiliki beberapa anak dan salah satu purtinya sedang berkuliah di Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makasar Ujung Pandang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Banyak pedagang yang anaknya ada di bangku sekolah terancam berhenti sekolah karena alami kebangkrutan modal selama berjualan di Pasar Boubou. Saya minta Pemerintah dan DPRD mengerti dengan nasib anak-anak kami di bangku sekolah juga. Kalau tidak percaya silahkan mendata sendiri. Dia butuh dikirim uang kost, uang makan, uang sekolah dan keperluan-keperluannya lainnya disana. Sejak berjualan di Pasar Boubouw saya yang berprofesi sebagai pedagang sayur dan suami saya yang bekerja sebagai sopir oto (Mobil angkutan ) benar-benar mengalami kesulitan hidup serta kesulitan membiayai putri kami yang masih kuliah. Dulu waktu berjualan di Pasar Inpes Bajawa kami tidak terlalu susah seperti sekarang. Pembiayaan sekolah anak-anak kami juga tidak terlalu kesulitan, tetapi sejak kami dipindahkan ke Pasar Boubou, semuanya langsung berubah. Mau kirim uang makan untuk anak yang sekolah jauh disana pun tidak mampu lagi. Kami terpaksa utang kiri kanan, pinjam BPD, BRI, koperasi bahkan pinjam di renternir dengan bunga tinggi 10%. Pemerintah bilang mereka mau bantu uang registrasi untuk kami keluarga yang tidak mampu, tetapi setelah kami daftar di kelurahan, hasilnya tidak ada. Sebenarnya kami juga tidak mau dibuat seperti pengemis, kami hanya minta pemerintah jangan tutup itu Pasar Inpres Bajawa dan jangan paksa kami berjualan di tengah hutan, karena disana kami hancur sampai gulung tikar,” keluh Agustina Lado.
Menurut nya, setelah dipindah sejumlah pedagang termasuk dirinya pernah menerima bantuan uang kompensasi dari pemerintah sebesar Rp.2.500.000 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah), tetapi dari kondisi kerugian yang mereka alami, bantuan kompensasi itu justeru hanya menjadi pelipur lara bagi ratusan pedagang yang berjualan di Pasar Boubou Bajawa.
“Silahkan pemerintah datang minta lagi uang dua juta lima ratus ribu yang pernah mereka berikan dulu. Uang itu hanya membuat kami makin hancur bahkan banyak yang sudah gulung tikar. Modal usaha kami jauh lebih besar dari uang itu. Semuanya habis karena barang dagangan tidak laku akibat sepih pembeli bahkan tidak ada pembeli datang kesana. Saya dan ratusan pedagang harus berpikir bagaimana untuk bertahan hidup, maka kami berutang kiri kanan, kami pinjam di BRI, BPD, Koperasi-Koperasi bahkan di rentenir untuk bisa menutup kembali modal kami yang sudah bangkrut dan agar bisa berjualan lagi, tetapi malah kami semakin hancur dari waktu ke waktu.Kalau nasib kami saja sudah seperti ini, bagaimana dengan nasib anak-anak kami yang kuliah jauh di tanah orang disana,”tambah Lado.
Kepada wartawan Agustina Lado berceritera , pernah diamankan ke Kantor Polisi Polres Ngada gara-lantaran tidak mampu membayar tagihan utang dari seseorang yang memberi pinjaman dengan bunga besar 10%. Dia nekat meminjam meskipun bunga besar hanya untuk dapat memodali kembali usahanya untuk berjualan sayur mayur, buah-buahan yang bangkrut selama berjualan di Pasar Boubou Bajawa.
“Beberapa saat yang lalu anggota Polisi datang di pasar Boubou dan panggil saya menghadap polisi karena saya tidak bisa bayar utang orang. Saya bilang ke Polisi, jangan muat saya dengan oto polisi, biarkan saya naik dengan ojek ke Kantor Polisi. Saya menghadap kantor Polisi lalu saya menceriterakan semuanya, bahwa saya seperti ini karena seluruh dagangan tidak laku, modal usaha bangkrut dan anak sekolah di daerah orang. Saya bilang saya pinjam itu uang dan hanya bisa bayar separuhnya saja lalu tersendat karena saya mengalami kebangkrutan modal usaha setelah berdagang di pasar Boubou. Anak saya yang sekolah jauh disana juga kesulitan, bahkan untuk kirimi uang makan untuk anak saya saja setengah mati. Terusterang Pa, waktu Pasar Inpres masih hidup dan kami berdagang di Pasar Inpres, kami tidak susah seperti ini, tetapi saat kami berjualan di Boubou, rata-rata kami hancur total. Sekarang saya dan kawan-kawan berjualan di sekitar emperan toko dekat Pasar Inpres Bajawa dan mulai sedikit tertolong ekonomi kami. Berjualan baru mau satu minggu ini, kemarin saya sudah bisa kirim uang untuk anak saya yang kuliah di Akbid Makasar sebanyak R.300.000 (Tiga ratus ribu rupiah). Tapi ada anggota Pol PP datang ancam kami katanya kami melakukan penyerobotan. Kami tidak mau ikuti lagi peringatan Pol PP dan kami mau tanya Pasar Inpres itu untuk apa kamu tutup dan nganggur begitu saja. Kalau kami kelaparan dan anak-anak kami minta uang sekolah, apa pemerintah dan Pol PP mau datang tolong kami?. Kami kecewa dengan pemerintah dan anggota DPRD Ngada yang sudah kami pilih jadi orang tetapi berbalik buat lagi kami menderita seperti ini”, ungkap Lado.
Hal yang sama dikeluhkan pedagang sayur dan buah-buahan lainnya, Helena Laka, Elisabeth Fono, Theresia Meo, Anas, Martha Bhoga dan puluhan pedagang lainnya yang kini menggelar dagangan mereka di sekitar emperan pertokoan kota Bajawa. “Orang yang masih mau berjualan di Pasar Boubou adalah orang yang penyakitan. Tidak ada pembeli yang datang disana, jadi jam tidur ya tinggal tidur, jam makan ya tinggal makan. mau tunggu pembeli sampai tengah malam juga hasilnya tetap sepih”, ungkap pedagang sayur dan buah-buahan, Martha Bhoga.
Menurut dia, dirinya dan puluhan pedagang terpaksa berjualan di dekat kawasan Pasar Inpres Bajawa, bukan untuk melawan Pemerintah Daerah dan melawan Pol PP ataupun melawan DPRD Ngada, tetapi supaya para pedagang bisa hidup normal seperti orang lain, tidak kelaparan, tidak mencuri dan yang paling penting adalah agar anak-anak mereka yang duduk di bangku sekolah ataupun perkuliahan tetap bisa dibiayai dan dapat selesai persekolahan mereka dengan baik dan terjamin.( *wrn)