Zona Line News-Ende, Solidaritas perempuan Floresa yang tergabung dalam forum peduli penegakan HAM Perempuan di Kabupaten Ende, mendesak agar lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ende segera mengusut tuntas kasus yang menimpa ibu FSD, terkait kasus pelecehan terhadap harkat dan martabat perempuan oleh seorang oknum Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Ende. Ungkap Ketua Forum Peduli Penegakan HAM Perempuan Kabupaten Ende, Maria Gabriela Aga di Ende Selasa 26 Mei 2015.
Menurut Maria Gabriela Aga , Kasus yang menimpa dialmai FSD dilakukan oleh seorang oknum anggota DPRD Ende yang berinisial AKMB. Perlakuan Oknum Anggota DPRD tersebut dinilai telah melecehkan harkat dan martabat perempuan akibat masalah sepele yang terjadi sejak beberapa waktu lalu dikantor DPRD Ende. Pasalnya perlakuan oknum DPRD ini dengan melontarkan kata atau kalimat kasar terhadap pegawainya menyebabkan pihak korban merasa harkat dan martabat perempuan dilecehkan, akibatnya forum peduli penegakan HAM Perempuan mendatangi kantor DPRD Ende untuk meminta pertanggung jawaban secara hukum untuk dan diselesaikan secara kelembagaan DPRD Ende .
Lanjutnya, masalah yang terjadi didalam internal lembaga DPRD Ende yang dilakoni langsung seorang oknum pelaku anggota DPRD Ende terhadap korban pelecehan seorang PNS berinisial FSD yang bekerja dikantor tersebut dinilai telah mencoreng nama baik seorang perempuan dan nama baik lembaga. Padahal lembaga DPRD Ende telah menjadi penginisiasi lahirnya sebuah perda tentang perlindungan terhadap hak – hak perempuan dan anak korban kekerasan dikabupaten Ende namun salah seorang anggota DPRD sendiri yang berinisial AKMB mengangkangi perda tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Solidaritas Perempuan Floresta, Marta D Wangge pada kesempatan tersebut mengatakan kasus yang dialami FSD dengan pelaku AKMB segera diusut tuntas secara kelembagaan Dewan. Sebagai pelaku harus ditindak tegas apapun alasannya. Untui itu saya minta Badan Kehormatan Dewan harus berproaktif dalam penyelesaian kasus tersebut secara internal kelembagaan dewan agar dipandang penting untuk segera dilakukan proses rekonsiliasi.
Dikatakannya, Dewan Perwakilan Rakyat adalah institusi terhormat yang merupakan representatif dari masyarakat, DPR dipilih dan diangkat dari,oleh dan untuk rakyat dan bukan di Lotre. DPR seharusnya menjadi pengawas dan pengayom tempat berlindungnya seluruh masyarakat kabupaten Ende dari segala bentuk ketidak adilan yang terjadi dan bukan untuk menjadi tempat penelantaran segala masalah.
Menurutnya, Dewan Perwakilan Rakyat bertugas untuk mendukung keadilan bagi hak – hak rakyat dan menjadi solutor atas pelbagai masalah yang menimpa masyarakat-nya serta menjadi panutan terhadap rakyatnya dan bukan untuk menjadi pelaku dari kekerasan.
Dijelaskannya, kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki – laki akan hak – haknya sebagai manusia telah termaktub dalam undang – undang dan peraturan pemerintah yang pada dasarnya bermuara pada penetapan dewan perwakilan rakyat sehingga dewan perwakilan rakyat benar – benar adalah orang yang arif dan bijaksana serta memahami karakter dan kultur setempat dalam menyelesaikan persoalan apapun.
Pihaknya meminta agar BK harus terdiri dari orang – orang independen dan bukan anggota dewan sendiri agar tidak terkesan “bela korps”, sehingga adanya penegakan hukum dan HAM yang adil bagi oknum yang melanggarnya. “Proses hukum tetap berjalan, korban harus mendapatkan keadilan hukum dan pemulihan nama baik bagi keluarga serta kenyamanan dan keselamatan korban harus benar – benar terjamin,” ujarnya.
Marga D Wangge menegaskan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Ende segera melakukan proses sosialisasi tentang peraturan daerah/PERDA Perlindungan Perempuan Dan Anak yang baru saja disahkan sehingga tidak saja hanya menjadi “Dokumen MATI”. Dan marta wangge mengharapkan agar dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada tindak lanjut dalam rekonsiliasi, pihaknya akan kembali hadir di tempat ini digedung DPRD kabupaten Ende.(*Ryan Laka)