Zonalinenews-Kupang,- Performa Lembaga peradilan dimata masyarakat awam nampak seram, ketika sanak keluarga, kerabat, bahkan diri sendiri yang tersangkut masalah hukum khususnya tindak pidana harus berurusan dengan lembaga Peradilan. Melihat simbol-simbol dan sejumlah artribut di ruang sidang bisa terlintas dalam benak kita bahwa lembaga tersebut merupakan harapan rakyat untuk mencari keadilan,
simbol-simbol tersebut merupakan aura dewi keadilan dengan pedang terhumus di tangan selalu siap menebas setiap pelaku kejahatan. Namun dibalik keseram tersebut masih ada saja oknun –oknun tertentu dengan kekuasaannya di lembaga peradilan memanfaatkan kesempatan mengais keuntungan dengan menggunakan modus yang sudah tidak lazim di dunia ini, dengan cara memperdaya pihak yang membutuhkan pelayan dengan membebankan biaya melampaui biaya yang seharusnya, bahkan membebankan baiya-biaya yang seharusnya tidak ada. Demikian disampaikan Pengajar Etika Profesi Hukum Universitas Teknologi Surabaya, Rudy Tonubessi kamis 22 Mei 2014 pukul 12.30 wit di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial NTT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, keluhan yang disampaikan merupakan ungkapan berdasarkan pengalaman kecilnya yang terjadi pada senin 19 Mei 2014 lalu di lingkungan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Kota Kupang NTT. “hakikat Lembaga peradilan merupakan wadah dimana masyarakat harus mencari keadilan, di Indonesia peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa, bahwa segala putusan hakim harus mampu memberikan rasa keadilan, karena keadilan bukan hanya sekadar kepentinagan pencari keadilan saja, tatapi erat juga kaitannya dengan nilai keadilan yang erat hubunganya dengan Tuhan Yang Maha Esa , “ Tegas Rudy.
Rudi menjelaskan pengalamamnya dirinya pada senin 23 mei 2014 lalu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial NTT terdapat oknun-oknun pejabat dilingkup ini bertindak melakukan pungutan liar, tindaakan ini turut mencorong kredibilitas lembaga peradilan yang menjadi sandaran terakhir warga mencari keadilan. “praktek Pungutan liar diantarnya salinan putusan yang diminta kan biaya untuk men-leges surat kuasa diminta biaya, untuk mengleges 2 rangkap fotocopi surat kuasa salah seorang oknun pejabat di lingkup Pengadilan tersebut meminta tarif fotocopi sebesar 150.000,- rupiah namun ketikan diminta bukti kwitansi oknun yang bersangkutan tidak mau meneriman tapi uang mau diterima. Sedangkan oknu pejabat yang lain ditempat yang sama oknun pejabat yang lain mau menandatangani bukti pembayaran dengan membubuhkan tanda tangan serta stempel lembaga dengan harga fotocopi 100.000,- rupiah,” Jelas Rudy.
Rudy Menambahkan Ironis sekali di salah satu dinding ruang depan kantor Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial NTT terpampang tulisan yang isisnya berperang melawan korupsi namun disisi lain oknun oknun pejabat tersebut melakukan tindakan korupsi di kantor tersebut yang merupakan tempat masyarakat mencari keadilan. Dikatakan Rudi laporan khusus dalam buletin Varia Advokat Volume 11 Oktober 2009 tertulis dengan jelas pengalaman advokat Hermanto SH ketika hendak mengleges surat kuasa ia diminta baiya sebasr 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) tetapi ia hanya menbayar 5.000,- (lima Ribu Rupiah) karena ketentuan mengatur demikian . (*Ulasan rudi Tonubesi/ opini serta hasil wawancarannya/*rusdy).